Kamis, 16/05/2024 13:52 WIB

Jaksa Agung ST Burhanuddin Kembali Disebut di Skandal Djoko Tjandra

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Didi Kurniawan menjelaskan bahwa Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Hatta Ali disebut dalam action plan pengurusan fatwa MA melalui Kejaksaan Agung

Sidang Virtual, Andi Irfan Jaya di PN Jakarta Pusat

Jakarta, Jurnas.com - Nama Jaksa Agung ST Burhanuddin dan mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali kembali disebut dalam surat dakwaan eks Politikus NasDem Andi Irfan Jaya untuk membantu rencana pengurusan Fatwa di MA melalui Kejaksaan Agung (Kejagung).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Didi Kurniawan menjelaskan, bahwa kedua nama itu disebut dalam action plan pengurusan fatwa di MA melalui Kejagung.

Dimana, rencana itu bermula pada 25 November 2019 lalu, saat terdakwa Andi Irfan Jaya bersama dengan Pinangki Sirna Malasari dan Anita Dewi Anggraeni Kolopaking selaku kuasa hukum Djoko Tjandra bertemu di Bandara Soekarno Hatta untuk berangkat menuju Kuala Lumpur, Malaysia.

"Sesampainya di Kuala Lumpur, Terdakwa Andi Irfan Jaya, Anita Dewi Anggraeni
Kolopaking dan Pinangki Sirna Malasari bertemu dengan Joko Soegiarto Tjandra di Kantor The Exchange 106 Kuala Lumpur Malaysia," kata Jaksa Didi saat membacakan surat dakwaan untuk Andi Irfan Jaya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/11).

Pertemuan  ketiganya untuk membicarakan rencana aksi yang akan diajukan kepada Djoko Tjandra untuk mengurus kepulangan Djoko Tjandra melalui sarana fatwa MA melalui Kejagung.

Dalam rencana Aksi yang diserahkan kepada Djoko Tjandra, terdapat 10 rencana yang di dalamnya tersebut nama Jaksa Agung Burhanuddin dan Pejabat MA Hatta Ali. Diantaranya,

Dalam alam action plan pertama adalah penandatanganan Akta Kuasa Jual sebagai jaminan bila security deposit yang dijanjikan Djoko Tjandra tidak terealisasi. Dengan penanggung jawab adalah Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya akan dilaksanakan pada 13- 23 Febuari 2020.

"Action plan kedua adalah pengiriman Surat dari Pengacara kepada BR (Burhanuddin sebagai Pejabat Kejaksaan Agung), yang dimaksud oleh terdakwa  yaitu surat permohonan fatwa MA dari pengacara kepada Kejagung untuk diteruskan kepada MA," kata kata Didi.

Dimana, penanggung jawab action tersebut adalah  Andi Irfan Jaya dan Anita Kolopaking, yang dilaksankan pada 24-25 Februari 2020.

Action plan ketiga adalah pejabat Kejagung Burhanuddin (BR) mengirimkan surat permohonan fatwa MA kepada pejabat MA Hatta Ali (HA). Dengan penanggung jawab Andi Irfan Jaya dan Pinangki yang dilakukan pada 26 Februari - 1 Maret 2020.

Dimana, Hatta Ali diketahui masih menjabat sebagai Ketua MA pada Maret 2020.

Action plan ke-4 adalah pembayaran 25 persen fee sebesar 250 ribu dolar AS atau sekira Rp3,75 miliar dari total fee 1 juta dolar AS atau sekira Rp14,85 miliar yang telah dibayar uang mukanya sebesar 500 ribu dolar AS atau sekira Rp7,425 miliar dengan penanggung jawab adalah Djoko Tjandra yang dilaksanakan pada 1-5 Maret 2020.

Action plan ke-5 adalah pembayaran konsultan fee media kepada Andi Irfan Jaya sebesar 500 ribu dolar AS atau sekira Rp7,425 miliar untuk mengondisikan media dengan penanggung jawab Djoko Tjandra yang dilaksanakan pada 1-5 Maret 2020.

Action plan ke-6 yaitu pejabat MA Hatta Ali menjawab surat Burhanuddin, yang dimaksud terdakwa adalah surat MA atas surat Kejagung terkait permohonan fatwa di MA. Dimana, penanggung jawabnya adalah Hatta Ali atau DK (belum diketahui) atau AK (Anita Kolopaking) yang dilaksanakan pada 6-16 Maret 2020.

Action plan ke-7 adalah pejabat Kejagung Burhanuddin menerbitkan instruksi terkait surat Hatta Ali yaitu menginstruksikan kepada bawahannya untuk melaksanaan fatwa MA. Dengan penanggung jawaab adalah IF (belum diketahui)/P (Pinangki) dilaksanakan pada 16-26 Maret 2020.

Action plan ke-8 adalah security deposit cair yaitu sebesar 10.000 dolar AS. Seperti yang dimaksud terdakwa adalah, Djoko Tjandra akan membayarkan uang tersebut apabila Action plan ke dua, ke tiga, ke enam dan ke tujuh berhasil dilaksanakan. Dengan penanggung jawabnya adalah Djoko Tjandra yang dilaksanakan pada 26 Maret - 5 April 2020.

Action plan ke-9 adalah Djoko Tjandra kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi pidana penjara selama 2 tahun. Penanggung jawab adalah Pinangki/Andi Irfan Jaya/Joko Tjandra yang dilaksanakan pada April-Mei 2020.

Action yang ke-10 adalah Pembayaran Konsultan Fee 25% P ($250.000 USD), yang dimaksudkan oleh Pinangki adalah pembayaran tahap II (Pelunasan) atas kekurangan pemberian fee kepada Pinangki sebesar USD1.000.000 yang telah dibayarkan Down Paymentnya (DP) sebesar USD500.000 apabila Djoko Tjandra kembali ke Indonesia sebagaimana Action ke-9.

Penanggungjawab Action ini adalah Djoko Tjandra, yang akan dilaksanakan pada bulan Mei 2020 sampai dengan bulan Juni 2020.

Sebagai tanda jadi, akhirnya Djoko Tjandra memberikan uang 500 ribu dolar AS kepada Pinangki melalui adik iparnya, Herriyadi. Kemudian, Pinangki memberikan 50 ribu dolar AS dari 500 ribu dolar AS yang diterimanya ke Anita.

"Sebagaimana dalam action plan tersebut, tidak ada satu pun yang terlaksana padahal Djoko Soegiarto Tjandra sudah memberikan down payment kepada terdakwa melalui Andi Irfan Jaya sebesar 500 ribu dolar AS. Sehingga Djoko Soegiarto Tjandra pada bulan Desember 2019 membatalkan action plan," kata Jaksa Didi.

Andi Irfan Jaya didakwa melanggar Pasal 5 ayat (2) Juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 56 ke-1 KUHP

KEYWORD :

Djoko Tjandra Andi Irfan Jaya ST Burhanuddin Hatta Ali Dakwaan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :