Minggu, 05/05/2024 00:23 WIB

Firdaus Ali: Pembahasan RUU SDA Seharusnya Rampung Tiga Bulan

Pembahasan bisa selesai dalam tiga bulan, karena sudah ada Undang - undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang SDA yang bisa dijadikan acuan.

Gedung DPR

Jakarta – Pemerintah dan DPR RI  seharusnya tidak menemui banyak hambatan dalam membahas Rancangan Undang-undang Sumber Daya Air (SDA). Pembahasan bisa selesai dalam tiga bulan, karena sudah ada Undang - undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang SDA yang bisa dijadikan acuan.

Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Bidang Air dan Sumber Daya Air, Firdaus Ali menyatakan hal itu hari ini di Jakarta.

Pemerintah dan DPR mulai membahas RUU SDA sejak Juli 2018 lalu. Sampai saat ini masih ada perdebatan antara lain perihal pengelolaan SDA oleh pihak swasta.

“Sebetulnya simple, dari pihak pemerintah sudah selesai, tapi masih ada tarik menarik, kepentingan selalu ada,” ujar Firdaus Ali saat dihubungi, belum lama ini.

Menurut dia, UU SDA  memang harus mengacu pada amanat konstitusi dimana kekayaan alam  yang terkandung di bumi diperuntukan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat luas. Negara harus hadir menguasai SDA  sesuai dengan UUD 45  Pasal 33 ayat 3.

Mahkamah Konstitusi sebelumnya membatalkan UU tentang SDA No.7 Tahun 2004 setelah beberapa pihak mengajukan peninjauan kembali atas Undang – undang tersebut. Mereka antara lain keberatan diperbolehknnya pihak swasta menguasai mata air untuk urusan komersial.

Mengenai Kehadiran sektor swasta dalam pengelolaan air, lanjut Firdaus,  terjadi di semua negara, kecuali, negara kaya. Ia mengambil contoh Arab Saudi, negara kaya minyak yang kuat secara fiscal.  Arab Saudi awalnya menggratiskan air  bagi rakyat. Tapi kini, ketika sumber minyak berkurang, kemampuan fiscal menurun, rakyat Arab Saudi harus membayar air, meski disubsidi oleh negara.

Menurut Firdaus, dalam pembahasan RUU SDA, pihaknya sudah menyerahkan 604 Daftar Isian Masalah (DIM) 438 di antaranya sudah selesai dibahas. Sisanya,  sampai saat ini masih dalam pembahasan.  “Di sini ada hal-hal yang sifatnya krusial,” ujar dia.

Pasal krusial yang pembahasannya masih alot  antara lain, swasta tidak boleh mengelola SDA,  swasta dibolehkan  mengelola SDA tapi tidak menganggu kepentingan lain seperti irigasi dan  pertanian.

Tekait harga air, menurut Firdasus, Pemerintah  harus menetapkan harga dasarnya. Pemerintah juga mesti  mengawasi penjualan Air Minum Dalam kemasan (AMDK) sehingga harganya  tak semena-mena.

“Kalau di luar negeri air kemasan pilihan. Air yang mengalir melalui kran bisa diminum, tapi juga ada pilihan air kemasan yang harganya mahal.  Tapi di Indonesia kan tidak ada pilihan,” kata Firdaus Ali.

Selama ini, tambah Firdaus, Pemerintah  hanya  menyediakan air bersih, bukan air minum. Kelemahan air bersih  tidak aman untuk diminum. Sehingga muncul AMDK yang dikelola swasta.

“Ketika  ada demand terhadap AMDK, gaya hidup berubah, akhirnya AMDK menaikan harga. Kalau masuk ke restoran, air kemasan, harganya bisa 10 kali lipat dari harga di pasaran,” ujar Firdau Ali.

Pasal lain yang pembahasannya belum tuntas yakni keharusan pihak swasta bersinergi dengan BUMD dan BUMN dalam mengelola SDA. Menurut Firdaus, aturan dalam pasal ini baik tapi  berdampak adanya  tambahan biaya .“Swasta akan terganggu kinerjanya sehingga muncul cost dan dampaknya  konsumen akan bayar lebih mahal,” ujarnya.

Pasal mengenai konservasi SDA juga masih diperdebatkan. Firdaus menjelaskan, pemerintah punya keterbatasan fiscal untuk konservasi SDA. Jika swasta dipungut 10 persen dari keuntunganya untuk konservasi, menurut Firdaus, hal itu sangat wajar.

“ Itu masih kecil dibandingkan dengan opportunity yang dieksploitasi,” katanya.

KEYWORD :

Sumber Daya Air Firdaus Ali DPR RI




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :