Senin, 29/04/2024 13:33 WIB

Budaya Makin Terkikis, Pembangunan Diharapkan Lebih Manusiawi

Penyertaan nilai-nilai budaya dalam pembangunan juga dianggap penting, karena komitmen menjaga alam agar tidak rusak, erat kaitannya dengan budaya.

Ilustrasi kebudayaan (Jurnas.com/Munadi)

Jakarta – Pembangunan bukan hanya semata mementingkan peningkatan angka semata. Penyertaan nilai-nilai budaya dalam pembangunan juga dianggap penting, karena komitmen menjaga alam agar tidak rusak, erat kaitannya dengan budaya.

Panitia penyelenggara Asia-Pasific Research in Social Science and Humanities (APRISH), Manneke Budiman menjelaskan tema APRISH tahun ini, yaitu ‘Culture and Society for Local and Global Sustainable’. Konferensi yang dihadiri oleh 750 ilmuwan se-Asia Pasifik itu membahas persoalan kebudayaan di tengah pesatnya pembangunan di berbagai negara.

“Selama ini unsur kebudayaan kerap tidak diperhitungkan dalam pembangunan, karena yang dikejar hanyalah peningkatan secara angka saja,” kata Manneke kepada Jurnas.com lewat siaran pers, Kamis (28/9) di Jakarta.

Menurut Manneke, saat ini pembangunan memang terhitung tinggi secara indeks. Akan tetapi, di sisi lain terjadi erosi budaya. Padahal, jika budaya dikedepankan, maka sumber daya alam bisa tetap terjaga.

“Soal bagaimana alam tidak rusak itu kan terkait dengan budaya, bagaimana orang berprilaku,” ujarnya.

Hasil konferensi ini, kata Manneke mendorong para ilmuwan sosial dan humaniora merumuskan kontribusi ide dan gagasan, terkait bagaimana masyarakat dan kebudayaan di level lokal dan global, mampu mendukung pembangunan berkelanjutan.

Total ada 560 makalah yang akan dipresentasikan. Makalah terpilih, kata Manneke, akan dipublikasikan dalam prosiding yang terindeks Scopus/Thomson Reuter, maupun jurnal-jurnal yang terindeks Scopus.

Adapun APRISH digelar sejak 27 hingga 29 September di Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat. Ini merupakan kali kedua UI menyelenggarakan APRISH, setelah sukses pada gelaran tahun lalu.

Konferensi ini juga akan menghadirkan pembicara utama, Saturnino M. Boras, Jr., yakni seorang profesor Studi Agraria dari International Institute of Social Sciences, Den Haag, Belanda. Pembicara lainnya yaitu Mama Aleta Baun dari Timor Barat Indonesia, yang pernah menerima Golden Environmental Prize 2015.

KEYWORD :

Kebudayaan Kesenian Tradisi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :