Tempat lokalisasi Jakarta dulu
Jakarta, Jurnas.com - Sejarah lokalisasi di Jakarta berawal dari masa kolonial Belanda. Pada awal abad ke-20, pemerintah Hindia Belanda mulai menerapkan kebijakan lokalisasi untuk mengendalikan aktivitas prostitusi yang tumbuh pesat di Batavia (Jakarta). Salah satu kawasan yang dikenal sebagai pusat prostitusi pada masa itu adalah Gang Jamban di daerah Mangga Besar. Lokalisasi ini dibuat sebagai langkah untuk menekan penyebaran penyakit menular seksual dan agar praktik prostitusi lebih terkontrol.
Di era setelah kemerdekaan, pemerintah Indonesia melanjutkan praktik pengawasan prostitusi di Jakarta dengan membuka kawasan lokalisasi baru, yang paling terkenal adalah Kramat Tunggak di Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada tahun 1970-an. Kramat Tunggak dibangun dengan tujuan mengendalikan aktivitas prostitusi agar terpusat di satu tempat, mengurangi penyebaran penyakit, dan mempermudah pengawasan. Namun, keberadaan Kramat Tunggak menimbulkan banyak kontroversi di kalangan masyarakat, terutama dari kelompok agama dan tokoh masyarakat setempat.
Pada tahun 1999, di bawah Gubernur Sutiyoso, Kramat Tunggak akhirnya ditutup setelah mendapat banyak tekanan dari masyarakat. Kawasan bekas lokalisasi tersebut kemudian diubah menjadi Jakarta Islamic Centre (JIC), yang berfungsi sebagai pusat pendidikan dan aktivitas keagamaan. Penutupan Kramat Tunggak menandai berakhirnya era lokalisasi resmi di Jakarta, meskipun aktivitas prostitusi terus berkembang di tempat lain secara tidak resmi.
Inilah Preman Legend Jakarta era 90an
Meskipun tidak lagi ada lokalisasi resmi, beberapa wilayah di Jakarta seperti Mangga Besar, Kalijodo (yang juga sudah ditutup dan dialihfungsikan menjadi ruang terbuka publik), dan daerah lain tetap dikenal sebagai tempat berkumpulnya pekerja seks, meskipun dalam skala lebih tersembunyi. Sejarah lokalisasi ini mencerminkan perubahan kebijakan sosial di Jakarta dan pergeseran pandangan masyarakat terhadap penanganan prostitusi.
Lokalisasi Jakarta Kramat Tunggak
