Senin, 29/04/2024 10:46 WIB

KPK Kecewa Eks Jaksa Urip Dibebaskan Bersyarat

Urip pada 2008 lalu dipidana 20 tahun penjara dalam perkara suap pengurusan penanganan perkara BLBI.

Gedung KPK RI (foto: Jurnas)

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara mengenai pembebasan bersyarat yang diperoleh mantan jaksa Kejaksaan Agung Urip Tri Gunawan atau lebih dikenal dengan Jaksa Urip pada Jumat, 12 Mei 2017 lalu. Lembaga antikorupsi menyatakan kekecewaan atas bebas bersyaratnya Urip.

Urip pada 2008 lalu dipidana 20 tahun penjara dalam perkara suap pengurusan penanganan perkara BLBI. Urip dinilai terbukti secara secara sah dan meyakinkan menerima suap sebesar USD 660 ribu dari pengusaha Artalyta Suryani alias Ayin yang merupakan orang dekat obligor BLBI, Sjamsul Nursalim.

Kekecewaan itu mencuat lantaran dari masa hukuman 20 tahun itu, Urip baru menjalani 9 tahun atau belum menjalani 2/3 dari masa hukuman sesuai ketentuan. Terkait hal itu, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, jajaran Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham), terutama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) harus menjelaskan atas tidak maksimalnya hukuman terhadap Urip yang telah mendapat bebas bersyarat.

Kemkumham, kata Febri, seharusnya berhati-hati untuk memberikan remisi atau pembebasan bersyarat kepada terpidana kasus korupsi seperti Urip.

"Ini lebih baik dijelaskan Kemkumham. KPK tentu kecewa jika kemudian vonis tidak bisa dijalankan secara maksimal. Benar ada ketentuan remisi dan bebas bersyarat tapi tentu harus dilakukan dengan hati-hati," ungkap Febri di kantornya, Jakarta, Senin (15/5/2017).

Menurut Febri, Kemkumham hingga saat ini tak menyampaikan pemberitahuan apapun kepada pihaknya terkait pembebasan bersyarat Urip. Surat yang dilayangkan Kemkumham beberapa waktu lalu hanya meminta penjelasan mengenai pembayaran denda dari hukuman.

"Ada surat yang dikirimkan ke KPK tentang permintaan penjelasan pembayaran denda dari hukuman itu sendiri. Bukan tentang pembebasan bersyarat. Saya kira itu perlu lebih clear," terang dia.

Kemkumham, lanjut Febri, seharusnya menegakan aturan mengenai remisi dan pembebasan bersyarat yang diatur dalam PP nomor 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam PP tersebut, terdapat aturan yang memperketat syarat remisi terhadap narapidana kasus korupsi yang dianggap sebagai extraordinary crime. Sebab itu, seharusnya Kemkumham dan Ditjen Pas tidak lagi mengobral remisi kepada para koruptor.

"Yang menegakan (PP nomor 99) ini Kemkumham dalam hal ini Ditjen Pemasyarakatan. Untuk beri hak-hak narapidana seperti remisi atau hak lain lewat putusan pengadilan sehingga bisa dilaksanakan tanpa ada diskresi dan implementasi perdebatan," terang dia.

Komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam memberantas korupsi juga dipertanyakan. Pasalnya, pemerintah di satu sisi selalu menyatakan komitmennya dalam memberantas korupsi. Sementara sebaliknya pemerintah justru memberikan kelonggaran kepada koruptor.

"Jangan pemerintah bicara komitmen pemberantasan korupsi, tapi di sisi lain ada kelonggaran hukum," tandas Febri.

KEYWORD :

KPK BLBI Urip Gunawan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :