Senin, 29/04/2024 05:13 WIB

Pengusutan Suap di Bakamla Tak Terpengaruh Posisi Bibit Jadi Penasihat

Mantan Direktur Data dan Informasi Badan Keamanan Laut (Bakamla), Laksamana Pertama Bambang Udoyo sebelumnya tak membantah pernah menerima uang dari dua terdakwa,

Kapal Bakamla

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan proses pengusutan kasus dugaan suap proyek satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) tak berpengaruh dengan dilantiknya Bibit Samad Rianto sebagai Penasihat Bidang Pengawasan Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI). Bibit Samad sebelumnya diketahui menjabat Wakil Pimpinan KPK jilid II.

"Untuk perkara korupsi yang sedang ditangani saat ini, tentu KPK wajib tetap independen. Penyidik akan bekerja berdasarkan bukti yang ada," ungkap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah kepada Jurnas.com, Minggu (9/4/2017).

Sejumlah pihak diketahui terlibat dan diuntungkan terkait proyek tersebut. Termasuk pihak sipil maupun kalangan militer. Terkait dugaan keterlibatan asal Militer, KPK berkoordinasi dengan Puspom TNI. Sementara pihak diluar militer ditangani sendiri oleh lembaga antikorupsi.

"Jika ada pihak lain yg diduga terlibat, sepanjang merupakan kewenangan KPK dan didukung bukti permulaan yang cukup, maka akan ditangani," terang Febri.

Disisi lain, KPK tak mempersoalkan pemilihan Bibit sebagai Penasihat Bidang Pengawasan Bakamla. "Kami menghargai pilihan tersebut untuk mendukung pengawasan internal di Bakamla. Bahkan hasil pengawasan tersebut dapat disampaikan ke KPK jika ada indikasi TPK (tindak pidana korupsi)," tandas Febri.

Mantan pimpinan KPK Bibit Samad Rianto sebelumnya dilantik menjadi Penasihat Bidang Pengawasan Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI). Bibit dilantik oleh Kepala Bakamla RI Laksdya TNI Ari Soedewo di kantor pusat Bakamla RI, Jalan Dr Sutomo 11, Jakarta Pusat, Jumat (7/4/2017).  Ari Soedewo sendiri disebut-sebut turut terlibat dalam kasus suap pengadaan satelit monitoring. Ia diduga meminta fee dari proyek tersebut.

Mantan Direktur Data dan Informasi Badan Keamanan Laut (Bakamla), Laksamana Pertama Bambang Udoyo sebelumnya tak membantah pernah menerima uang dari dua terdakwa, Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta. Penerimaan uang senilai Rp 1 miliar secara bertahap itu atas arahan atau perintah dari Kepala Bakamla Laksamana Madya Arie Soedewo.

"Pemahaman saya Kabakamla memberikan perintah pemberian ke saya. Kalau tidak ada perintah, saya tidak pernah terima. Hanya disampaikan, ini amanah dari Kabak (Kepala Bakamla), karena Kabakamla pernah katakan supaya saya semangat, tidak minta-minta fee dan fokus," ungkap Bambang saat bersaksi dalam sidang lanjutan perkara suap terkait proyek Satelit pada Bakamla dengan terdakwa Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (24/3/2017).

Bambang lebih lanjut menjelaskan pemberian uang tersebut. Menurut Bambang, pemberian pertama dilakukan oleh Adami Okta sebesar 100.000 dollar Singapura. Sedangkan pemberian kedua diberikan oleh Hardy sebesar 5.000 dollar Singapura.

Bambang saat itu merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan monitoring satelit di Bakamla. Bambang pun telah menyerahkan uang yang diterimanya kepada Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI. Penyerahan itu dilakukan setelah KPK menangkap tangan kedua terdakwa dan Eko Susilo Hadi.

Sebelumnya, kata Bambang, Sekretaris Utama Bakamla, Eko Susilo Hadi memberitahu akan adanya pemberian uang dari Kepala Bakamla Arie Soedewo. Arie, kata Bambang, juga pernah menyampaikan hal yang sama soal pemberian uang.

Dalam kesaksiannya, Bambang tak membantah adanya intervensi Arie Soedewo dalam proses pengadaan. Dikatakan Bambang, dirinya menandatangani kontrak dengan perusahaan pemenang lelang pada 18 Oktober 2016. Akan tetapi Ari saat itu memanggil dirinya dan mengarahkan Bambang dalam proses pengadaan.

"Saya tidak punya pengalaman atau sertifikat atau sekolah sebagai PPK. Saya tidak tahu yang benar bagaimana, karena basic saya militer," tutur Bambang.

Sebagai PPK, kata anggota majelis hakim, Jhon Halasan Butarbutar, Bambang seharusnya tidak dapat diintervensi dalam membuat kesepakatan kontrak. Jhon menyampaikan hal itu setelah sebelumnya sempat mencecar Bambang perihal pertemuannya dengan Arie Soedewo. "Di militer harus melaksanakan perintah, tidak boleh menolak perintah," tandas Bambang.

KEYWORD :

Korupsi KPK Bakamla DPR




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :