Senin, 13/05/2024 15:14 WIB

Rakyat Dibiarkan Menderita, PBB Kecam Korea Utara

Orang-orang di Republik Demokratik Rakyat Korea mengalami represi politik yang semakin parah sementara kondisi ekonomi memburuk.

Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield berbicara kepada pers setelah pertemuan Dewan Keamanan PBB untuk membahas situasi di Korea Utara (Foto: AFP/ANGELA WEISS)

JAKARTA, Jurnas.com - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menuduh Korea Utara menghabiskan banyak uang untuk program senjata nuklirnya sementara rakyatnya kelaparan dan kekurangan kebutuhan dasar.

Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Turk mengatakan kepada dewan, orang-orang di Republik Demokratik Rakyat Korea mengalami represi politik yang semakin parah sementara kondisi ekonomi memburuk, dengan meluasnya pelanggaran hak asasi manusia sistematis.

"Banyak pelanggaran yang saya rujuk berasal langsung dari, atau mendukung, peningkatan militerisasi DPRK," kata dia.

Dia mengutip meluasnya penggunaan kerja paksa, termasuk oleh anak-anak, untuk mendukung aparat militer negara dan kemampuannya membuat senjata.

Sidang, yang diminta oleh Amerika Serikat (AS), adalah yang pertama di Dewan Keamanan tentang hak asasi manusia di Korea Utara dalam enam tahun, dan terjadi ketika Pyongyang telah mempercepat pengujian rudal berkemampuan nuklir dalam satu tahun terakhir, meningkatkan ketegangan di Asia Timur.

Dikelilingi oleh para diplomat dari lebih dari 50 negara, Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengecam dalam pernyataan bersama  pelanggaran hak asasi manusia yang katanya terkait erat dengan senjata pemusnah massal dan pengembangan rudal balistik DPRK.

Pelapor khusus Kantor Hak Asasi Manusia PBB di Korea Utara, Elizabeth Salmon mengatakan, penutupan perbatasan negara yang berkepanjangan, akibat sanksi global, menyebabkan meningkatnya kesulitan bagi rakyat, termasuk kekurangan pangan.

"Konflik yang membeku digunakan untuk membenarkan berlanjutnya militerisasi di dalam DPRK dengan dampak yang menghancurkan rakyatnya," katanya.

Salmon mengatakan kebijakan Pyongyang adalah memprioritaskan sumber daya untuk militer. "Pimpinan DPRK terus meminta warganya untuk mengencangkan ikat pinggang, agar sumber daya yang ada bisa digunakan untuk mendanai program nuklir dan misil," katanya.

Seorang pembelot Korea Utara, Ilhyeok Kim mengatakan kepada dewan bahwa dia telah dipaksa pada usia muda untuk bekerja di ladang tanpa kompensasi, dan biji-bijian yang mereka tanam semuanya digunakan untuk militer.

"Pemerintah mengubah darah dan keringat kami menjadi kehidupan mewah bagi para pemimpin dan rudal yang meledakkan kerja keras kami ke langit," katanya. "Uang yang dihabiskan hanya untuk satu rudal bisa memberi makan kami selama tiga bulan."

Dalam sidang tersebut, sebagian besar anggota dewan mengecam memburuknya kondisi kehidupan dan hak asasi manusia di Korea Utara, yang hidup di bawah sanksi keras yang dilembagakan oleh dewan dan negara-negara besar atas program senjata nuklirnya.

Meskipun tidak ada delegasi dari Pyongyang yang hadir di Dewan Keamanan, perwakilan dari China dan Rusia berpendapat bahwa itu bukanlah tempat untuk meninjau masalah hak asasi manusia Korea Utara.

Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Dmitry Polyansky mengecam apa yang disebutnya upaya sinis dan munafik AS dan sekutunya untuk memajukan agenda politik mereka sendiri

Kedua negara mengatakan diskusi itu tidak konstruktif dan tidak menawarkan solusi untuk menurunkan ketegangan strategis di kawasan.

Sumber: AFP

KEYWORD :

DK PBB Korea Utara Volker Turk Amerika Serikat Senjata Rudal




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :