Selasa, 14/05/2024 23:46 WIB

Integrasikan Kependudukan dengan Pembangunan Daerah, Kepala BKKBN Tekankan Perubahan Mindset

Pergeseran situasi kependudukan yang terjadi di tahun 2010 hingga 2035 berbeda dengan sebelum tahun 2010.

Asisten Deputi Peningkatan Kualitas Kependudukan dan Keluarga Berencana, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, R Alfredo Sani, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah IV Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Zanariah, Direktur Pengukuran dan Indikator Riset, Teknologi, dan Inovasi, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Khairul Rizal, Programme Specialist, Reproductive Health, UNFPA Indonesia, Sandeep Nawani, dan Ketua Umum Ikatan Praktisi

JAKARTA, Jurnas.com - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo menekankan pentingnya perubahan mindset dalam mengintegrasikan kebijakan kependudukan dengan rencana pembangunan daerah.

Hal itu disampaikan Hasto pada Seminar Nasional `Sinkronisasi dan Sinergitas Kebijakan Pembangunan Berwawasan Kependudukan dan Rangka Implementasi Fasilitasi Pemerintah Daerah dalam Menyusun Kebijakan`, Jakarta, Jumat (4/8).

Hasto mengatakan, manusia yang menjadi sasaran pembangunan terus mengalami perubahaan secara total. Karena itu, mindset juga harus berubah dalam merumuskan kebijakan agar perencanaan pembangunan tetap sasaran.

"Para kepala-kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), pemerintah daerah, dan kita semua dengan mindset yang sama, maka pasti akan tidak tepat di dalam melakukan suatu perencanaan pembangunan," kata Hasto.

Hasto mencontohkan, pergeseran situasi kependudukan yang terjadi di tahun 2010 hingga 2035 berbeda dengan sebelum tahun 2010. Sebelum tahun 2010, populasi usia 0-14 tahun masih tumbuh 13,9 persen dan usia 15 sampai 59 tahun tumbuhnya terbesar 75,4 peren, dan di atas 60 tahun itu 10,7 persen.

"Tetapi kita lihat yang tahun 2010 sampai 2035 termasuk hari ini sudah dalam proses untuk 0-14 tahun akan berkurang setidaknya 3,6 persen, kemudian populasi 15-59 tahun yang semula 75,4 persen jadi 58,7 persen, dan kemudian populasi di atas 60 tahun akan melejit bertambah hampir empat kali lipat dari pertambahan tahun 71 sampai tahun 2010," kata Hasto.

Di samping itu, lanjut Hasto,  kejadian-kejadian mental emotional disorder relatif meningkat, ada toxic people, toxic relationship, dan toxic friendship, yang akhirnya menimbulkan konflik di dalam keluarga dan akhirnya angka broken home juga meningkat.

"Ini semua harus menjadi satu bahasan yang komprehensif, bagaimana menyikapi profil penduduk tidak serta-merta dari sisi demografi secara kuantitas, tetapi coba kita lihat kualitas juga. Saya berharap mapping kependudukan ini juga bisa dilakukan yang tidak hanya serta-merta jumlah, tapi lebih baik lagi mapping dari sisi kualitas," jelas Hasto.

Menurut Hasto, mental emotional disorder meningkat menjadi 9,8 persen meskipun stunting sudah menjadi 21,6 persen.

"Tetapi ada yang meningkat yaitu dari sisi mental emotional disorder, peningkatan ini related dengan kejadian-kejadian dari narkotika/napza. itu yang tadi juga menjadi bagian penting untuk kita perhatikan bersama. Kemudian gangguan jiwa berat juga tampak meningkat menjadi 7/1000 di mana sebelumnya di tahun 2013 SDKI masih di atas 1,7/1000 ODGJ. Sekarang menjadi 7/1000, jadi hampir tiga kali lipat, dan penghuni-penghuni rutan hampir 60 persen itu orang-orang dengan narkotika karena napzanya mencapai 5,1 persen," ujar Hasto.

Kemudian Hasto berpesan untuk para Kepala Bappeda di seluruh Indonesia untuk Grand Design Pembangunan Kependudukan mendiskusikan tentang kuantitas, properti, demografi, perencanaan tentang pembangunan rumah sakit dengan mengadakan dan mengedepankan bangsal jiwa juga dan berharap bisa mengacu kepada sesuatu yang betul-betul kontekstual pada kebutuhan terkini.

Human Capital Index

Sementara itu Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN, Bonivasius Prasetya Ichtiarto mengatakan seminar kependudukan itu menjadi bagian penting yang tidak bicara mengenai kuantitas melainkan tentang kualitas penduduk.

"Saat ini yang menjadi acuan dari pemerintah kita adalah Human Development Index atau IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Namun saat ini ada yang baru, yaitu Human Capital Index, ini ada beberapa indikator yang sangat-sangat penting yang secara realita itu memang kita perlukan seperti contohnya adalah persentase bertahan hidupnya sampai berumur 5 tahun, ini kalau kita bicara terkait dengan survival index, lalu kita juga bicara tentang sekolah, sekolah mungkin hampir mirip dengan IPM yaitu angka harapan sekolah yang sampai umur 18 tahun, yang menarik adalah kualitas dari pendidikannya," ungkap Boni.

"Lalu terkait dengan kesehatan, selain survival index untuk anak 5 tahun juga ada survival effect umur produktif, yang terkait bonus demografi antara umur 5-60 tahun lalu bagaimana survival index mereka yang artinya kualitas kesehatan mereka, yang tentunya kualitas kesehatannya dan juga skill mereka juga harus diperhatikan juga, Terakhir yang menarik yaitu stunting, yang ada stunting ini masuk ke dalam human capital index yang tentunya kalau kita melihat human capital index ini ada banyak hal yang harus kita persiapkan, salah satunya pembangunan berwawasan kependudukan," ujar Boni.

Dalam seminar itu, hadir sebagai narasumber Asisten Deputi Peningkatan Kualitas Kependudukan dan Keluarga Berencana, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, R Alfredo Sani, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah IV Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Zanariah, Direktur Pengukuran dan Indikator Riset, Teknologi, dan Inovasi, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Khairul Rizal, Programme Specialist, Reproductive Health, UNFPA Indonesia, Sandeep Nawani.

Kemudian hadir juga sebagai moderator, Ketua Umum Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI), Sudibyo Alimoeso

KEYWORD :

Hasto Wardoyo Percepatan Penurunan Stunting Pembangunan Daerah Mental Emotional Disorder




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :