Rabu, 08/05/2024 21:00 WIB

Makan Ikan Cegah Anak Tumbuh Kerdil

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo mengatakan bahwa ikan merupakan salah satu sumber protein hewani.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo. (Foto:Humas BKKBN/Jurnas.com)

JAKARTA, Jurnas.com - Perubahan perilaku masyarakat untuk hidup sehat menjadi salah satu kunci pencegahan stunting. Salah satu perubahan itu, di antaranya terkait pemahaman bahwa ikan jauh lebih baik dari pada sayur untuk mencegah potensi tubuh kerdil.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo mengatakan bahwa ikan merupakan salah satu sumber protein hewani.

"Ikan mengandung asam lemak tak jenuh (omega, yodium, selenium, fluorida, zat besi, magnesium, zink, taurin, serta coenzyme Q10). Selain itu, kandungan Omega 3 pada ikan jauh lebih tinggi dibanding sumber protein hewani," jelas Hasto.

Hasto menegaskan, upaya percepatan penurunan stunting menjadi tanggungjawab multi pihak. Hal itu berdasarkan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 Tentang Percepatan Penurunan Stunting. Juga Peraturan Kepala BKKBN tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN Pasti).

RAN Pasti merupakan upaya pemerintah pusat mengonsolidasikan atau mengonvergensikan kegiatan-kegiatan, program dan anggaran, yang di dalamnya terdapat pemerintah daerah dan juga berbagai pemangku kepentingan serta sektor swasta.

"Jadi, program pencegahan stunting tidak harus berpangku tangan kepada pemerintah saja," tandas Hasto dengan menambahkan bahwa Perpres 72/2021 mengamanatkan delapan aksi konvergensi. Di dalamnya terdapat tanggung jawab pemerintah, swasta dan masyarakat.

"Tanggung jawab itu melalui peran intervensi baik intervensi secara spesifik maupun sensitif," ujar Hasto.

Berdasarkan Perpres 72/2021, intervensi spesifik adalah intervensi yang berhubungan dengan peningkatan gizi dan kesehatan. Sementara intervensi sensitif merupakan intervensi pendukung untuk percepatan penurunan stunting, seperti penyediaan air bersih dan sanitasi.

Hasto juga menilai keberadaan Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS) sangat strategis dalam upaya pemerintah dan banyak pihak melakukan gerakan percepatan penurunan stunting.

"BAAS merupakan bagian dari institusi masyarakat yang perlu ambil andil menurunkan kasus gizi buruk atau tubuh kerdil (stunting) di tengah masyarakat," kata dr. Hasto.

Untuk itu, Hasto mengimbau pemerintah daerah untuk meningkatkan peran BAAS guna menekan potensi risiko keluarga berisiko stunting. "Mari, gaungkan gerakan dua telur sehari guna mencegah potensi tubuh kerdil akibat kekurangan gizi kronis," ucap Hasto.

Lebih spesifik, Hasto menilai kekayaan alam yang dimiliki Kota Pagar Alam begitu berlimpah. Terutama sayur mayur. "Ini menjadi modal utama pemerintah dalam pencegahan stunting," tutur dr. Hasto.

Selain ditandai penanaman pohon pada acara tersebut, APEKSI juga menggelar pelayanan KB gratis bagi Pasangan Usia Subur (PUS) di Kota Pagar Alam. Sekaligus juga diadakan kegiatan pembekalan tenaga lini lapangan atau penyuluh KB, berlokasi di halaman SDN Model Pagar Alam.

"Aksi pelayanan ini merupakan wujud hadirnya negara di tengah masyarakat, untuk mencapai keluarga yang sehat, mandiri dan sejahtera," ungkap dr. Hasto.

Komitmen Lintas Sektor

Sebelumnya, Hasto menghadiri Rapat Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting (Rakor PPS) Tahun 2023 di Kabupaten Bengkulu Selatan, Bengkulu.

Hasto menyampaikan pentingnya penanganan stunting, mulai dari pencegahan potensi tumbuhnya risiko stunting yang disebabkan beberapa faktor. Di antaranya akibat kekurangan gizi dalam waktu panjang serta lingkungan yang tidak sehat.

Menurt dia, pengatakan penanganan stunting diperlukan untuk menjawab tantangan terhadap kualitas penduduk Indonesia menghadapi bonus demografi dan Indonesia Emas pada 2045 mendatang.

Saat itu, Indonesia berada pada kondisi penduduk menua dengan tingkat pendidikan yang rata-rata lama sekolah hanya 8,2 tahun.

"Pada 2035 saja kondisi penduduk negara ini mulai menua dengan pendidikan penduduknya terbilang rendah. Kita akan menghadapi kemiskinan ekstrem," jelas dr. Hasto.

Untuk mengatasi hal tersebut, lanjut Hasto, perlu dilakukan upaya pencegahan stunting pada anak agar bangsa ini mampu mencapai kondisi Indonesia Emas pada 2045.

Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, angka prevalensi stunting di Bengkulu Selatan sebesar 23,8 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan dari SSGI 2021 yang berada pada posisi 20,8 persen.

Hasto optimistis kasus tubuh kerdil di daerah itu dapat ditekan dan diatasi segera. Alasannya, Bengkulu Selatan memiliki kekayaan sumber protein hewani dan nabati, sayur dan ikan hasil laut.

Pada bagian lain penjelasannya, Hasto mengingatkan pentingnya menghindari 4T atau 4 Terlalu, yaitu Terlalu muda usia melahirkan, Terlalu sering melahirkan, Terlalu dekat jarak melahirkan, dan Terlalu tua usia saat melahirkan.

Yang tidak kalah penting dalam mewujudkan penduduk sebagai sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, dr. Hasto juga mengingatkan perlu diperkuat kegiatan pembinaan remaja.

Tujuannya, agar mereka menghindari nikah usia anak, menghindari perilaku seks pra nikah, dan menjauhkan diri dari penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif (Napza).

KEYWORD :

Prilaku Masyarakat BKKBN Hasto Wardoyo Pencegahan Stunting




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :