Minggu, 28/04/2024 05:24 WIB

Pakar Psikologi Forensik Nilai Vonis Teddy Minahasa Ada Ketimpangan

Dia mengatakan, putusan hakim haruslah adil berdasar pada pembuktian yang sah di persidangan

Terdakwa Irjen Pol Teddy Minahasa dalam kasus peredaran sabu. (Foto: Jurnas/Ist).

Jakarta, Jurnas.com - Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel menilai putusan vonis penjara seumur hidup terhadap mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa ada ketimpangan.

Dia mengatakan, putusan hakim haruslah adil berdasar pada pembuktian yang sah di persidangan. Sebab, dalam pembacaan vonis kepada terdakwa, hakim mengawali putusannya dengan sebuah kata sah dan meyakinkan.

"Kalau kita ingat bahwa irah irah putusan berbunyi `sah dan meyakinkan`. Sah mengacu pada pembuktian, sedangkan meyakinkan berlandaskan pada persepsi bahkan intuisi hakim. Dari urutannya sudah jelas, bahwa objektivitas pembuktian (sah) harus didahulukan ketimbang subjektivitas perasaan (meyakinkan). Nah, putusan Majelis menunjukkan ketimpangan itu," ucap Reza Indragiri Amriel dalam keterangan tertulis, Senin (15/5).

Reza menilai, seharusnya hakim lebih mengedepankan objektivitas pembuktian. Di mana, hakim harus menyandarkan vonis yang dijatuhkan berdasar pembuktian yang sah di persidangan bukan bersandar pada subjektivitas perasaannya.

"Subjektivitas dikedepankan, sementara objektivitasnya sangat rapuh. Ini, sekali lagi, bertentangan dengan asas pembuktian sebagai kemutlakan dalam proses sidang," tegas Ahli psikologi forensik tersebut.

Menurut Reza, subjektivitas hakim dalam vonis Teddy sangat tampak terlihat karena terlalu mengandalkan keterangan saksi. Padahal, menurut Reza hakim harusnya membandingkan keterangan saksi tersebut dengan alat bukti lain yang sah di persidangan. 

"Ketika hakim terlalu mengandalkan keterangan saksi, maka ini bertolak belakang dengan riset psikologi forensik bahwa keterangan rentan mengalami distorsi dan fragmentasi. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, hakim harus bandingkan keterangan saksi dengan saksi lain bahkan antara saksi dengan alat bukti lainnya,` tuturnya.

Inilah yang menurut Reza menjadi celah kesalahan hakim dalam vonis yang dijatuhkan kepada Teddy Minahasa. "Perbandingan antara saksi dan perbandingan dengan alat bukti lainnya itu yang tidak tampak pada putusan Majelis Hakim," imbuh Reza.

Diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) memvonis mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa dengan hukuman penjara seumur hidup. 

Hakim menilai menilai Teddy telah terbukti melakukan tindak pidana menawarkan untuk dijual, menjual, menjadi perantara dalam jual beli, menukar dan menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari 5 gram.

Teddy dinilai terbukti melanggar Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun Vonis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU)  yang meminta agar Teddy Minahasa divonis hukuman mati.

KEYWORD :

Teddy Minahasa Kapolda Jawa Timur Polri Narkoba Polda Metro Jaya




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :