Selasa, 14/05/2024 05:28 WIB

Pengadaan Satelit Kemenhan Rugikan Negara Rp453 Miliar

Dugaan kerugian negara tersebut didapatkan dari laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara

Foto: Ilustrasi Sidang Kasus Korupsi di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta.

Jakarta, Jurnas.com - Tim Jaksa Penuntut koneksitas yang terdiri dari jaksa penuntut umum (JPU) dan oditur militer menyebutkan pengadaan satelit slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan periode 2012--2021 mengakibatkan kerugian negara senilai Rp453.094.059.540,68 atau Rp453 miliar.

Kerugian negara itu dituangkan dalam surat dakwaan terhadap terdakwa mantan Dirjen Kekuatan Pertahanan Kemenhan, Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto.

Kemudian, terdakwa Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma Arifin Wiguna, dan terdakwa Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma Surya Cipta Witoelar. Sedangkan Thomas Anthony Van Der Hyeden adalah warga negara Amerika Serikat yang menjadi Senior Advior PT DNK periode 2015 - 2018.

"Terdakwa I Laksamana Muda TNI Purnawirawan Agus Purwoko selaku Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan pada Kementerian Pertahanan RI (Kemenhan) periode Agustus 2012--September 2016 bersama-sama dengan terdakwa II Arifin Wiguna dan terdakwa III Surya Cipta Witoelar dan Thomas Anthony Van Der Heyden melakukan perbuatan secara melawan hukum yang merugikan keuangan negara sebesar Rp453.094.059.540,68," kata jaksa penuntut koneksitas di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, (2/3). 

Menurut jaksa, dugaan kerugian negara tersebut didapatkan dari laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123° BT pada Kementerian Pertahanan tahun 2012-2021 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 tanggal 12 Agustus 2022.

Jaksa menyebut, Laksda TNI Purnawirawan Agus Purwoto diminta oleh Arifin Wiguna dan Surya Cipta Witoelar untuk menandatangani kontrak sewa satelit floater yaitu Satelit Artemis antara Kementerian Pertahanan RI dengan Avanti Communication Limited.

Padahal, menyewat satelit floater yaitu Satelit Artemis tidak diperlukan.

Lebih lanjut, kata jaksa, Agus Purwoto saat itu tidak berkedudukan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan satelit tersebut.

Sehingga tindakannya tidak sesuai dengan tugas pokok dan tidak memiliki kewenangan untuk menandatangani kontrak.

“Karena tidak pernah mendapat penunjukan sebagai PPK dari Pengguna Anggaran (PA), dalam penandatanganan kontrak tersebut,” papar jaksa.

Lebih lanjut, jaksa juga memaparkan bahwa anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) di Kemenhan tentang pengadaan satelit tersebut belum tersedia.

Selain itu, pengadaan satelit ini juga belum dibuat Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa dan belum ada Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term of Reference (TOR) serta belum ada Harga Perkiraan Sendiri (HPS).

“Tidak ada proses pemilihan penyedia barang/jasa, dan wilayah cakupan layanan Satelit Artemis tidak sesuai dengan filing Satelit di Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT),” kata jaksa koneksitas.

“Satelit Artemis memiliki spesifikasi yang berbeda dengan (satelit sebelumnya yaitu) Satelit Garuda-1,” ujarnya melanjutkan.

Atas perbuatannya, Laksamana Muda TNI Purnawirawan Agus Purwoto, Arifin Wiguna dan Surya Cipta Witoelar dinilai telah melanggar Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

KEYWORD :

Korupsi Pengadaan Satelit Kemenhan Proyek Pengadaan Satelit TNI




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :