Sabtu, 27/04/2024 22:52 WIB

Penyebab Diplomat Israel Dikeluarkan dari KTT Tahunan Uni Afrika

Sebuah video yang beredar di media sosial menunjukkan petugas keamanan mengawal Duta Besar Sharon Bar-Li keluar dari auditorium selama upacara pembukaan KTT tersebut.

Bendera Israel berkibar di depan Kubah masjid Shakhrah dan kota Yerusalem (AFP/Thomas Coex)

JAKARTA, Jurnas.com - Seorang diplomat senior Israel dikeluarkan dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tahunan Uni Afrika di Addis Ababa, Ethiopia pada Sabtu (18/2) waktu setempat. 

Sebuah video yang beredar di media sosial menunjukkan petugas keamanan mengawal Duta Besar Sharon Bar-Li keluar dari auditorium selama upacara pembukaan KTT tersebut.

Juru bicara Ketua Uni Afrika, Ebba Kalondo mengatakan diplomat itu dikeluarkan karena dia bukan duta besar Israel untuk Ethiopia yang terakreditasi – pejabat yang diharapkan.

Seorang pejabat Uni Afrika kemudian mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa diplomat yang diminta untuk pergi tidak diundang ke pertemuan tersebut. Undangan dari Uni Afrika tidak bisa dialihkan ke orang lain dan hanya ditujukan kepada Duta Besar Israel untuk Uni Afrika, Aleli Admasu.

"Sangat disesalkan bahwa individu yang bersangkutan menyalahgunakan kesopanan seperti itu," tambah pejabat itu.

Kementerian Luar Negeri Israel (Kemenlu Israel) langsung mengecam pengusiran diplomatnya tersebut.

"Israel memandang keras insiden di mana wakil direktur untuk Afrika, Duta Besar Sharon Bar-Li, dikeluarkan dari aula Uni Afrika meskipun statusnya sebagai pengamat terakreditasi dengan lencana masuk," kata Kemenlu Israel.

Israel menyalahkan insiden itu kepada Afrika Selatan dan Aljazair, dua negara kunci dalam blok 55 negara, mengatakan mereka menyandera Uni Afrika dan didorong oleh kebencian.

Kemenlu Israel mengatakan kuasa usaha di kedutaan Afrika Selatan akan dipanggil untuk mendapat teguran. Afrika Selatan menolak klaim tersebut, dengan mengatakan permohonan Israel untuk status pengamat di Uni Afrika belum diputuskan oleh blok tersebut.

"Sampai AU mengambil keputusan apakah akan memberikan status pengamat kepada Israel, Anda tidak dapat membiarkan negara itu duduk dan mengamati," tutur kepala diplomasi publik di Departemen Hubungan dan Kerjasama Internasional Afrika Selatan, Clayson Monyela kepada kantor berita Reuters.

"Jadi, ini bukan tentang Afrika Selatan atau Aljazair, ini masalah prinsip."

Perselisihan tentang status pengamat Israel untuk blok tersebut dimulai pada Juli 2021 ketika ketua Komisi Ani Afrika saat itu, Moussa Faki Mahamat, menerima akreditasi negara secara sepihak.

Langkah tersebut memicu kegemparan dari sejumlah negara anggota yang menuntut pencabutan status tersebut.

Protes itu dipelopori oleh Afrika Selatan dan Aljazair, dua anggota kuat yang berpendapat bahwa keputusan itu bertentangan dengan pernyataan Ani Afrika yang mendukung wilayah Palestina yang diduduki.

Partai yang memerintah Afrika Selatan secara historis menjadi pendukung kuat perjuangan Palestina. Palestina sudah memiliki status pengamat di Ani Afrika dan bahasa pro-Palestina biasanya ditampilkan dalam pernyataan yang disampaikan pada KTT tahunan Ani Afrika.

Pada Februari tahun lalu, Ani Afrika memutuskan untuk menangguhkan perdebatan tentang apakah akan menangguhkan status pengamat Israel karena khawatir pemungutan suara akan menciptakan keretakan yang belum pernah terjadi sebelumnya di badan beranggotakan 55 orang itu.

Ketua Ani Afrika yang baru terpilih, Macky Salk, mengatakan pemungutan suara akan ditunda hingga 2023, menambahkan bahwa sebuah komite telah dibentuk dengan tujuan untuk berkonsultasi dengan negara-negara anggota dan membangun konsensus tentang masalah tersebut.

Butuh 20 tahun upaya diplomatik bagi Israel untuk memenangkan status pengamat. Itu sebelumnya memegang peran di Organisasi Persatuan Afrika (OAU). Namun, upayanya untuk memperolehnya kembali telah lama digagalkan setelah OAU dibubarkan pada tahun 2002 dan digantikan oleh AU.

SUMBER: AL JAZEERA

KEYWORD :

KTT Uni Afrika Delegasi Israel Aljazair Palestina




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :