Minggu, 28/04/2024 21:48 WIB

Kisah Ahmad, OYPMK yang Kini Aktif Temukan Kasus Kusta

Kisah Ahmad, OYPMK yang Kini Aktif Temukan Kasus Kusta

OYPMK asal Indramayu, Ahmad Idris Afandi (Foto: Muti/Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Orang-orang memanggilnya Ahmad. Ahmad Idris Afandi nama lengkapnya. Pemuda kelahiran Indramayu, 14 Februari 1988 itu tampak malu-malu saat tahu akan diwawancarai mengenai penyakit yang dulu pernah dia alami, kusta.

Dengan senyum tipis, Ahmad membuka kisahnya saat mengetahui penyakit tersebut pada 2019 lalu. Saat itu, dia sedang bersiap berangkat ke Polandia untuk menjadi pekerja migran Indonesia (PMI).

Beberapa hari sebelum berangkat, dia sadar ada sebuah bercak putih di kaki kiri yang mengganggu pikirannya. Awalnya mengira itu panu, namun anehnya bercak sebesar tiga jari ini terasa kebas.

Ahmad memilih mengabaikan gejala ini, dan memutuskan berangkat ke Polandia. Sayangnya, sesampainya di sana, bercak itu malah menyebar ke beberapa bagian tubuh lainnya, bahkan mulai berubah kemerah-merahan.

"Bercaknya tambah banyak. Ada di muka, tangan, telinga, dan badan. Saya pergi periksa ke dokter, saya pikir alergi cuaca dingin. Diobatin cuma dikasih salep. Tapi tidak ada perubahan, masih seperti itu," kata Ahmad kepada Jurnas.com saat ditemui di Indramayu, Jawa Barat beberapa waktu lalu.

Keberadaan bercak putih tidak mengganggu pekerjaan Ahmad. Tapi, dia mulai goyah ketika lecet di salah satu jari kakinya perlahan-lahan menjadi luka yang merembet ke jemari kaki yang lain.

Walhasil, Ahmad mulai kesulitan bekerja, sebab luka tersebut tidak kunjung sembuh. Upaya bolak-balik memeriksakan diri ke dokter bedah hingga rumah sakit hasilnya nihil. Satu-satunya diagnosis dokter hanyalah infeksi.

"Gara-gara ini saya tidak berangkat kerja sebulan. Koreng itu anehnya tidak berasa sakit. Akhirnya saya paksakan kerja. Untung atasan baik, kalau sedang tidak ada pimpinan dibolehkan tidak pakai sepatu," tutur dia.

Situasi ini tidak bertahan lama. Ahmad yang merasa khawatir dengan luka di kakinya, memutuskan pulang ke Indramayu pada pertengahan 2022. Di tanah kelahirannya inilah akhirnya Ahmad mengetahui bahwa dia mengalami kusta, setelah menjalani pemeriksaan di puskesmas.

Ahmad setengah tidak percaya dengan vonis tersebut. Lagi pula, di lingkungan tempat tinggalnya juga tidak ada yang pernah mengalami kusta. Hal ini sempat membuat dia tidak percaya diri ke luar rumah.

"Saya sempat down, minder. Sekilas, saya pikir kusta itu menular, korengan, disabilitas. Bergaul dengan teman juga membatasi, karena saya sendiri yang minder. Yang biasanya suka main, saya kurangi," ungkap Ahmad.

Ahmad enggan lama-lama merasa terpuruk. Dia mulai memperoleh kepercayaan dirinya kembali setelah mengetahui bahwa kusta bisa disembuhkan jika meminum obat, dan tidak menular jika sudah mendapatkan pengobatan.

Pengobatan yang dijalani Ahmad juga mendapatkan dukungan penuh dari keluarga. Beruntung pula, tidak ada stigma negatif dari masyarakat yang dia dapatkan selama menjalani pengobatan.

"Alhamdulillah saya tidak sempat dijauhi masyarakat. Apalagi istri dan anak selalu mengingatkan saya agar tidak telat minum obat. Kata puskesmas pemulihan saya juga tergolong cepat, karena sekarang bercak putihnya sudah hilang semua," kata Ahmad yang kini rutin mengonsumsi obat MDT selama satu tahun penuh.

Belajar dari pengalamannya sebagai Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) ini pula, Ahmad membulatkan keputusannya untuk mulai aktif berbagi mengenai kusta kepada ratusan masyarakat Desa Segeran, Kecamatan Juntinyuat, Indramayu sejak tiga bulan terakhir.

Setiap kali ada waktu senggang, Ahmad mendatangi satu per satu rumah warga untuk menerangkan perihal gejala dan pengobatan kusta. Dia menekankan bahwa kusta tidak perlu ditakuti, dan bisa sembuh jika diobati. Obatnya pun bisa diakses secara gratis di puskesmas.

Ahmad berkeyakinan dengan cara ini dia bisa membantu menemukan kasus kusta sedini mungkin. Sekaligus, menanamkan pemahaman tentang kusta serta mengikis stigma negatif yang masih menjadi momok di tengah masyarakat.

"Saya biasanya bawa buku dan kertas bergambar, saya sosialisasi. Sehari bisa lima rumah kalau senggang. Saya terangkan, kalau ada gejala seperti ini, ini namanya kusta, penyakit kulit," ujar dia.

"Masyarakat menerima dengan baik. Mereka juga senang mengikuti penjelasan saya. Motivasi saya, jangan sampai ada yang kena kusta lalu patah semangat, putus asa. Kebetulan saya mengalami, sekaligus sharing. Tapi saya bisa semangat. Itu paling penting," imbuh Ahmad.

Di akhir ceritanya, Ahmad berharap makin banyak masyarakat memahami soal kusta. Dia juga ingin berbagai stigma negatif yang kerap dialamatkan kepada OYPMK bisa dihentikan.

"Harapan saya, misalnya dinyatakan kusta, jangan dikucilkan. Kalaupun bergaul, bergaul biasa saja. Jangan diasingkan. Sedangkan untuk OYPMK, tetap semangat karena ada obatnya, dan juga bisa sembuh. Optimis, jangan hiraukan omongan yang negatif," tutup penyuka olahraga ini.

Dilansir dari laman NLR Indonesia, kusta merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae. Kendati menular, kusta hanya akan menular jika terjadi kontak langsung dan berulang-ulang dalam waktu lama. Dan kusta tidak akan menular jika OYPMK sudah menjalani pengobatan.

"Kusta tidak dapat menular jika seseorang hanya bersentuhan sekali atau dua kali dengan pasien kusta," demikian bunyi keterangan tersebut.

Adapun pengobatan MDT (multi-drug-therapy) disediakan oleh pemerintah secara gratis dan tersedia di seluruh puskesmas, dengan durasi pengobatan enam hingga 12 bulan. OYPMK yang telah meminum dosis pertama MDT tidak lagi memiliki daya tular.

Diketahui, NLR Indonesia merupakan organisasi nirlaba di bidang penanggulangan kusta dan konsekuensinya, termasuk mendorong pemenuhan hak anak dan kaum muda penyandang disabilitas akibat kusta dan disabilitas lainnya. Saat ini, NLR Indonesia telah melakukan kemitraan strategis dengan berbagai pihak di 12 provinsi.

KEYWORD :

Kusta OYPMK Ahmad Idris Afandi Kisah Inspiratif




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :