Selasa, 30/04/2024 09:04 WIB

OPINI

KTT G20, Momentum Penguatan Pangan Lokal

KTT G20, Momentum Penguatan Pangan Lokal

Abiyadun Humas Kementerian Pertanian (Kementan)

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 akan dihelat pada tanggal 15-16 November 2022 yang bertempat di Bali. Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan puncak yang dihadiri oleh seluruh Kepala Pemerintahan/Negara anggota G20 guna membahas kerja sama ekonomi internasional dan menemukan solusi atas kondisi ekonomi global.

Indonesia sebagai tuan rumah bukanlah tanpa sebab. Kita harus berani katakan itu karena Indonesia adalah negara besar yang kaya akan sumberdaya alam terutama pangan dan energi. Indonesia termasuk sebagai negara lumbung pangan dunia, yang masih memiliki sektor pertanian yang subur dan terjaga ekosistem dengan nilai-nilai luhurnya.

Tak ayal, di tengah dunia dilanda pandemi covid 19 yang menyebabkan segala aktivitasnya terhenti termasuk di sektor pertanian, perekonomian dunia terutama negara-negara maju mengalami resesi. Perekonomian Indonesia pun mengalami resesi, namun tak begitu dalam sebab terselamatkan sektor pertanian yang tetap tumbuh positif di antara sektor lainnya yang mengalami pertumbuhan negatif.

BPS mencatat, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) nasional menurut lapangan usaha triwulan II 2022 (Q-to-Q) mengalami penurunan 4,19%. Kendati demikian, sektor pertanian adalah satu-satunya sektor yang pertumbuhanya bagus dan menjadi penyelamat PDB nasional, yakni 16,24%, sementara pertumbuhan sektor lainnya mengalami kontraksi. Kinerja sektor pertanian pada masa pandemi covid-19 pun mengalami peningkatan sebesar 15,79% pada tahun 2020 dengan nilai Rp 451,77 triliun dibandingkan tahun 2019, dan pada 2021 tumbuh 38,68% dibanding tahun 2020 dengan nilai Rp 625,04 triliun.

Bahkan Indonesa mampu mewujudkan swasembada beras. Hasil survey BPS mecatat stok beras nasional pada periode 2019-2021 mencapai 10,2 juta ton dan selama 3 tahun tidak impor beras medium. Produksi beras tahun 2022 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun 2021, yakni mencapai 32,07 juta, meningkat 0,72 juta ton atau 2,29 persen dibandingkan 2021 yang sebesar 31,36 juta ton.

Oleh karena itu, KTT G20 Indonesia yang mengangkat isu utama tentang pangan dan energi menjadi peluang bagi Indonesia sendiri. Dua isu ini menjadi fokus diskusi yang sangat serius karena semua negara dihadapkan ancaman krisis global dan ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang menyebabkan pasokan pangan ke berbagai negara bersoal. Persoalan pangan dan energi pun tengah menghantui dunia karena menyebabkan inflasi. Indonesia saat ini masih bisa mempertahankan tingkat inflasi dibawah 4%, sementara Amerika mengalami inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir, begitu juga Turki mengalami inflasi tertinggi dalam 20 tahun terakhir.

Indonesia yang memiliki potensi pangan cukup tangguh menjadi target kerja sama bagi negara-negara anggota G20 lainnya yang kondisi pangan dan energinya lemah. Sebaliknya, Indonesia sebagai salah satu negara yang mengalami bonus demografi dan negara berkembang yang masih mengandalkan bahan pangan impor, menjadi pangsa pasar bagi negara lain untuk mengekpspor pangan dan energinya ke Indonesia.

Penguatan Pangan

Indonesia harus menjadikan KTT G20 sebagai momentum untuk memperkuat kedaulatan pangan. Indonesia sebagai Presidensi G20, memiliki posisi tawar yang tinggi dalam membangun diplomasi dengan negara-negara anggota G20. Diplomasi yang paling utama adalah terbuka lebarnya pintu ekspor pangan Indonesia dan menekan seminimal mungkin permintaan dari negara lainya untuk Indonesia impor pangan.

Forum KTT G20 adalah momentum bagi Indonesia menunjukkan jati dirinya sebagai negara yang mampu atau berdaulat terhadap pangannya. Pasalnya, ketersediaan pangan strategis nasional selama Januari-Desember 2022 diperkirakan aman dengan harga stabil. Kecuali untuk komoditas tentu memang harus dipenuhi dari impor, seperti kedelai, bawang putih, daging sapi/kerbau, dan gula konsumsi.

Di tahun 2022, diperkirakan beras suplus 5,94 juta ton, jagung 2,61 juta ton, bawang merah 14.118 ton, cabai besar 25.847 ton, cabai rawit 35.501 ton, daging ayam 644.301 ton, telur 383.771 ton, minyak goreng 716.565 ton (data progranosa neraca pangan nasiona 2022 Kementan). Selain pangan strategis, Indonesia pun kaya akan komoditi tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan yang produksinya tinggi dan sebagian besar untuk kebutuhan ekspor. Misalnya, singkong, lada, sagu, sorgum, kelapa,sarang burung wallet, pisang dan lainnya.

Secara sederhana, penulis melihat bahwa dalam upaya mewujudkan kedaulatan pangan guna menghadapi krisis pangan global, Indonesia harus memfokuskan pada upaya peningkatan produksi, termasuk komoditas yang masih impor. Selain penggunaan bibit unggul dan pupuk yang tepat serta kemajuan mekanisasi pertanian, hal lain yang harus dikembangkan adalah kewirausahaan pertanian yang inovatif melalui pertanian digital.

Kemudian untuk meminimalisir impor pangan, pemerintah harus memasifkan program substitusi impor dan peningkatan ekspor. Indonesia sebagai negara yang kaya akan pangan lokal, harus bisa mengembangkan pangan lokal yang dapat menggantikan pangan impor. Misalnya, kita tidak harus bergantung pada gandum, sebab Indonesia memiliki ubikayu, sorgum dan singkong. Sehingga, membangkitkan pangan lokal harus menjadi agenda prioritas pemerintah.

Pemerintah pun harus lebih masif lagi menggandeng semua stakeholder terkait yang bergelut di sektor pertanian. Salah satunya perguruan tinggi untuk menciptakan inovasi baru dan menerapkan berbagai teknologi dan inovasinya. Perguruan tinggi juga dapat menjadi motor penggerak dalam membangun kewirausahaan pertanian yang inovatif melalui pertanian digital. Dengan begitu, akan tercipta sinergi yang melahirkan inovasi baru dan petani milenial yang dapat meningkatkan produksi pangan, terlebih untuk ekspor.

Oleh: Abiyadun Humas

Kementerian Pertanian (Kementan)

KEYWORD :

KTT G20 Penguatan Pangan Lokal Syahrul Yasin Limpo




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :