Kamis, 16/05/2024 02:40 WIB

Pemuda Kampung Yoboi Pamer Kebolehan di Festival Ulat Sagu

Kami mendorong generasi muda untuk kembali mengenali kearifan lokal yang ada, melalui sebuah gerakan bersama, kami mendukung dalam bentuk Sekolah Lapang Kearifan Lokal, selama satu tahun ini. Saat ini telah memasuki pengembangan dan pemanfaatannya.

Pemuda Kampung Yoboi Pamer Kebolehan di Festival Ulat Sagu. (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Sepuluh orang berpasangan menari dengan rancak dan kompak. Terdengar pula alunan alat musik tradisional bertalu semarak menyambut pengunjung yang datang.

Kampung Yoboi tampak lain, tidak seperti biasanya. Rupanya, tengah diadakan Festival Ulat Sagu di Kampung Yoboi, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Festival ini dilaksanakan setiap tahun oleh Masyarakat Kampung Yoboi sebagai daya tarik atraksi wisata sekaligus melestarikan budaya mereka.

Dalam kesempatan kali ini, generasi muda Kampung Yoboi memperlihatkan budaya sagu kepada para pengunjung.

Pemuda-pemudi Kampung Yoboi tersebut merupakan Pandu Budaya, sebutan bagi generasi muda yang mengikuti Sekolah Lapang Kearifan Lokal yang diinisiasi oleh Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Sekolah Lapang Kearifan Lokal sudah dilaksanakan dalam beberapa tahap.

Di Kampung Yoboi telah memasuki tahap pengembangan dan pemanfaataan Obyek Pemajuan Kebudayaan (OPK) yang sebelumnya telah diadakan tahap Temu Kenali OPK pada bulan Agustus, Kemudian tahap pengkurasian OPK yang ditemukenali di bulan September.

“Kami mendorong generasi muda untuk kembali mengenali kearifan lokal yang ada, melalui sebuah gerakan bersama, kami mendukung dalam bentuk Sekolah Lapang Kearifan Lokal, selama satu tahun ini. Saat ini telah memasuki pengembangan dan pemanfaatannya,” ujar Direktur Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat, Sjamsul Hadi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/10).

“Budaya sagu sebenarnya sudah ada dari leluhur masyarakat Papua, dengan ini kami kembangkan dan kita kembalikan, dengan konsep kembali ke alam, dari daun, batang, dan pohon sagunya bisa kita tampilkan pada festival Ulat Sagu ini,” imbuhnya.

Sementara itu, Wakil Bupati Jayapura Giri Wijayanto menjelaskan, Sekolah Lapang Kearifan Lokal ini merupakan jawaban dari pemerintah akan bergesernya nilai budaya yang mulai ditinggalkan karena perkembangan zaman.

“Pohon Sagu sangat berarti untuk menopang kehidupan kita di tanah Papua, khususnya di Kabupaten Jayapura. Kebutuhan dasar manusia cuma ada tiga: sandang, pangan, papan. Semuanya bisa di dapat dari pohon sagu,” terangnya.

Oleh sebab itu, lanjutnya, tidak ada salahnya kalau Papua dinyatakan sebagai surga yang turun di bumi. “Kita melihat banyak lahan sagu yang mulai dimanfaatkan untuk perumahan, itu merusak. Yang Tuhan berikan kepada kita (pohon sagu), kita jaga dengan baik, semoga bermanfaat bagi kita,” imbuh Giri.

Pemuda-pemudi Kampung Adat Yoboi yang menjadi peserta (pandu budaya) Sekolah Lapang Kearifan Lokal, telah menjadi motor penggerak masyarakat kampung untuk menggiatkan budaya yang mereka miliki.

Kembali ke Sjamsul Hadi. Kata dia, Festival Ulat Sagu yang bertepatan dengan Kongres Masyarakat Adat (KMAN) yang dilaksanakan 25-27 Oktober 2022, merupakan momen yang tepat bagi para pandu budaya untuk berunjuk gigi mempertunjukkan budaya lokal yang mereka miliki.

“Kemudian untuk ke depan Direktorat Jenderal Kebudayaan membuka ruang untuk menampung aspirasi untuk inovasi yang dibutuhkan masyarakat adat melalui jalan kebudayaan. Hal ini merupakan amanat Presiden RI khususnya dalam hal kedaulatan pangan,” jelasnya.

Sjamsul melanjutkan, melalui program ini, pihaknya telah mendorong menggali potensi untuk kembali ke makanan lokal melalui tanaman-tanaman lokalnya. “Gerakan ini telah kami bangun dari NTT, Kalimantan, dan Papua, ke depan semoga bisa ke wilayah-wilayah lainnya dengan menggandeng generasi muda untuk membangun dan kembali ke budaya adatnya masing-masing.” jelas Sjamsul.

Para pandu budaya yang telah mengikuti Sekolah Lapang Kearifan Lokal akan menunjukkan budaya-budaya yang telah mereka temu kenali mulai dari berbagai olahan kuliner sagu seperti papeda, sagu bakar, ulat sagu bakar, bahkan pizza dan es krim yang berbahan dasar sagu, serta tarian dan musik-musik khas Papua.

“Momen ini merupakan waktu yang tepat agar Masyarakat Adat lebih memanfaatkan, mengembangkan, dan mencintai budaya yang dimiliki,” demikian kata Sjamsul Hadi.

 

 

KEYWORD :

Kemendikbudristek Festival Ulat Sagu Sjamsul Hadi generasi muda Masyarakat Adat Papua




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :