Kamis, 09/05/2024 09:42 WIB

Aktivis Sarinah Mengawal Bendera Pusaka dan Dorong Pengesahan RUU PPRT

Perempuan berkebaya merah dan berkain Nusantara.

Para aktivis perempuan Rampak Sarinah

Jakarta, Jurnas.com - Ratusan aktivis perempuan yang terhimpun dalam Rampak Sarinah ikut dalam aksi mengawal bendera merah putih yang dikeluarkan dari Monas pada Kamis (18/8/2022).

Ada lima aktivis Rampak Sarinah yang mengajak 200 orang perempuan berkebaya merah dan berkain Nusantara. Mereka berjajar takzim mengikuti proses yang dimulai pada pukul 5.30 hingga 6.30 pagi.

Sekretaris Institut Sarinah , Dia Puspita mengatakan, Rampak Sarinah ikut berbangga karena turut serta membuat sejarah yang sepanjang 77 tahun Indonesia merdeka, pengawalan bendera pusaka baru pertama kali dilakukan.

Lima perempuan yakni Sarinah Dhini, Intan, Lucy, Wina, dan Fathwin dengan gembira rela beberapa kali latihan berjam-jam mulai dini hari hingga menjelang Dzuhur di lapangan Monas secara langsung.

"Untuk pagi kemarin, kami sudah bangun sejak jam 3 pagi dan sudah di Monas tepat pukul 05.00," jelas Dhini dengan gembira.

Dia senang karena para ibu menggunakan sepatu sport warna putih sehingga memudahkan mereka berdiri tenang selama 1,5 jam selama prosesi berlangsung.

Beberapa hari sebelumnya (13/8/22), Institut Sarinah juga mengikuti Parade Kebaya di Sarinah Mall. Berbeda dari kelompok ibu yang lain, Institut Sarinah memilih kostum kebaya lurik yang sederhana ala perempuan petani.

"Kami ingin mengidentifikasi diri kami dengan Ibu Sarinah, yang berstatus PRT alias pekerja rumah tangga," kata Eva Sundari - Ketua Institut Sarinah. Penampilan para ibu dari Institut Sarinah digenapi dengan caping dan rinjing rotan khas perempuan desa.

Penampilan Institut Sarinah juga mencolok perhatian karena selama acara menggelar banner kecil berisi tuntutan pengesahan RUU PPRT yang sudah terkatung 2 tahun di meja pimpinan DPR.

"Kami prihatin, ada warga negara berjumlah 5 juta tetapi keberadaannya tidak diakui sehingga bekerja dalam situasi yang rawan mengalami kekerasan khas praktek perbudakan moderen," sambung Renata Catur seorang profesional di satu perusahaan besar.

Rampak Sarinah adalah pelopor gerakan pemakaian kebaya dan pendukung awal usulan Hari Nasional Berkebaya, termasuk mendorong pengakuan Kebaya sebagai warisan budaya bukan benda milik Indonesia oleh UNESCO.

Sejak didirikan pada 2017, Rampak Sarinah sudah menggunakan seragam kebaya putih dan berkain Nusantara. Kebaya ini dipakai juga untuk kegiatan apa saja mulai bertani sayuran, berlatih menari, menabuh gamelan, menggowes hingga bersenam masal.

Sebagai kelompok feminist nasionalis, kerudung merah juga menjadi bagian dari Seragam Rampak Sarinah. Hal ini karena keseriusan Rampak Sarinah menjalankan strategi Trisakti Bung Karno terutama poin Berkepribadian dalam Kebudayaan.

Institut Sarinah dan Rampak Sarinah masih memprihatinkan nasib para Sarinah PRT yang masih belum menukmati hak berdaulat di bidang politik sehingga hak berdikari di bidang ekonomi juga menjadi terganggu.

Oleh karenanya, pada kesempatan peringatan Hari Kemerdekaan RI ke 77 th ini mereka mengkampanyekan pengesahan RUU PPRT untuk memerdekakan Sarinah.

"Hak Ekonomi dan Budaya kelompok Sarinah hanya akan bisa diwujudkan jina Hak Sipil dan Politik para Sarinah PRT yang ada di RUU PPRT diwujudkan", kata Eva Sundari.

Institut dan Rampak Sarinah adalah dua lembaga taktis yang berada di bawah naungan Yayasan Sarinah Candra Kusuma Utama yang bergerak di Bidang Nation and Character Building.

Institut Sarinah merupakan lembaga think tank isu-isu kebangsaan sedangkan Rampak Sarinah bergerak di pemberdayaan ekonomi dan kebudayaan perempuan di wilayah masing-masing. Jika Institut Sarinah berada di Jakarta, Rampak Sarinah sudah berkembang di 3 provinsi dan 9 kabupaten/kota.

KEYWORD :

Rampak Sarinah Kebaya RUU PPRT




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :