Minggu, 28/04/2024 11:12 WIB

Curhat Guru Penggerak: Dulu Siswa Pasif, Kini Aktif

Trias mendapatkan banyak metode baru untuk membuat suasana pembelajaran menjadi lebih hidup.

Guru Penggerak SMA YPK Diaspora, Trias Agata Roni (Foto: Muti/Jurnas.com)

Jayapura, Jurnas.com - Menyiapkan gim dan aneka permainan menarik sebelum masuk kelas, menjadi rutinitas baru bagi Trias Agata Roni. Bagi guru Penggerak di SMA YPK Diaspora, Kotaraja, Jayapura ini, membangkitkan semangat peserta didik di awal pembelajaran menjadi sebuah keharusan.

Ilmu baru ini didapatkan oleh perempuan 32 tahun tersebut setelah mengikuti program Guru Penggerak, yang diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek). Dan, respons yang ditunjukkan oleh siswa pun berbeda.

Trias menceritakan, dulu dia dikenal sebagai guru yang galak. Setiap kali masuk kelas, guru Bahasa Inggris ini menerapkan pembelajaran satu arah. Keterlibatan peserta didik sangat minim. Bahkan, siswa lebih sering pasif di kelas.

"Dulu kalau masuk kelas, langsung menjelaskan. Kalau ada tugas tidak dikumpul, saya pasti marah. Saya rasa dan anak-anak rasa juga datar-datar saja," kata Trias yang masih berstatus guru honorer.

Pemandangan itu berubah setelah dia mengikuti program Guru Penggerak selama sembilan bulan. Trias mendapatkan banyak metode baru untuk membuat suasana pembelajaran menjadi lebih hidup.

Di antaranya, dia memulai pembelajaran dengan permainan guna menarik minat dari siswa. Permainan yang dirancang tentu masih terkait dengan materi yang akan diajarkan. Hasilnya positif, siswa menjadi ikut bersemangat mendapatkan pelajaran.

"Contohnya saya masuk ke kelas pada siang hari. Biasanya kan siang itu siswa sudah capek, apalagi ini belajar Bahasa Inggris, pasti sangat bosan sekali. Makanya, saya kasih gim. Kita buat gim bikin puisi dalam Bahasa Inggris. Atau bikin gim akronim Bahasa Inggris dari nama-nama siswa, yang mencerminkan karakter mereka," tutur Trias.

Keaktifan siswa juga terlihat saat Trias menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di dalam kelas. Biasanya, Trias akan bertanya kepada masing-masing siswa, terkait minat dan kesukaan mereka masing-masing, sebelum memberikan materi baru. Pemetaan itu selanjutnya menjadi acuan bagi Trias saat memberikan tugas.

"Biasanya yang menjadi diferensiasi itu di produknya atau hasil akhirnya. Contoh, materi lagu, ada yang suka bernyanyi, mereka bernyanyi. Ada yang cukup berani buat lirik dan langsung menyanyikan di depan," kata dia.

Amelia Demena, siswi kelas X3 SMA YPK Diaspora mengamini keterangan Trias. Menurut dia, kini pembelajaran di sekolah terutama di kelas Bahasa Inggris yang diampu Trias, terasa lebih menyenangkan.

Selain pembelajaran berdiferensiasi yang membuat suasana kelas kini lebih hidup, lanjut Amelia, siswa senang dengan pemanfaatan berbagai media pembelajaran. Dia mencontohkan, di kelas Bahasa Inggris, siswa boleh mengirimkan tugas via video TikTok.

"Pembelajaran seperti ini bisa kami lebih percaya diri," ungkap Amelia.

Hal senada juga disampaikan oleh Frits Yosefus Dorinya, siswa kelas X1 di SMA YPK Diaspora. Kegiatan pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) di sela-sela pembelajaran dalam kelas, membuatnya kian aktif.

"Kadang kami belajar ke luar kelas, mempelajari dunia sekitar. Guru mendorong kami agar aktif dalam pembelajaran. Jadi, kami tidak takut," tutup Frits.

KEYWORD :

Guru Penggerak Trias Agata Roni Kemdikbudristek SMA YPK Diaspora




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :