Minggu, 05/05/2024 20:26 WIB

Kementan Sempurnakan Peraturan Mentan No.67/Permentan/SM.050/12/2016

Pembangunan penyuluhan memerlukan kelembagaan penyuluh dan juga kelembagaan para petani. 

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi pada acara Talkshow Penyuluhan Sobat Tani yang tantangan di kanal Youtube BPPSDMP Kementan, Sabtu (27/11).

BEKASI, Jurnas.com - Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Kementerian Pertanian (Kementan) menyempurnakan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) 67/Permentan/SM.050/12/2016 tentang Pembinaan Kelembagaan Petani.

"Dengan bertambahnya waktu tentu kita harus belajar. Kita harus koreksi hal-hal yang belum lengkap tentu saja terkait dengan pembangunan Internet of Things yang luar biasa akhir ini," kata Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi pada acara Public Hearing Peraturan Menteri Pertanian tentang Pembinaan Kelembagaan Petani, Bekasi, Senin (28/3).

Dedi menekankan, pembangunan penyuluhan memerlukan kelembagaan penyuluh dan juga kelembagaan para petani. "Karana itu, kita harus bangun petani mulai dari Poktan (kelompok tani), Gapoktan (gabungan kelompok tani) dan Gapoktan berama," kata Dedi.

Dedi mengatakan, Poktan dan Gapoktan ke depan tidak hanya sebagai penerima bantuan, tapi  akan dijadikan sebagai kelompok bisnis dengan memanfaatkan sarana prasarana pertanian, seperti pupuk, bibit, alat mesin pertanian, dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

"Tentu sarana bisnis ini harus ada wadahnya atau kelembagaannya, yaitu kelompok ekonomi, bahkan beberapa kelompok tani ini harus kita satukan nanti menjadi kelompok besar lagi yaitu korporasi," kata Dedi.

Selanjutnya, Dedi mengatakan, kepemilikan lahan sawah petani Indonesia sangat sedikit, bahkan terendah di dunia yaitu hanya 0,3 hektare per kartu keluarga (KK). Dengan luasan tersebut, petani tidak akan mendapatkan keuntungan yang memadai karena tidak efisien.

"Karena itu, pertanian kita harus dikelola secara berjamaah. Kita harus bangun pertanian dengan skala ekonomi yang menguntungkan. Kalau mau menguntungkan harus ada hamparan luas lebih dari 200 hektare untuk dikelola dengan manajemen yang sama," kata Dedi.

"Kalau petani hanya punya 0,3 hektare dengan barang gabah hanya 2 ton, maka tengkulak yang akan menentukan harga. Namun, kalau lahan petani dikelola secara berjamaah 200 hektare, maka petani yang akan menentukan harga," sambungnya.

Selain membangun lelembangaan petani dari Poktan, Gapoktan dan Gapoktan berama, Dedi juga berharap agar Sistem Informasi Penyuluhan Pertanian (Simluhtan) terus dibangun.

"Ternyata Simluhtan yang sudah dikoneksikan dengan database penduk yang kita diperoleh dari Dukcapil ternyata mampu memberikan angka dengan tingkat akurasi 94 persen. Kalau sudah dikoneksikan dengan data base dengan NIK maka tidak ada lagi dobel-dobelan," kata Dedi.

Sementara itu, Sekretaris BPPSDMP, Siti Munifah menjelaskan, Permentan 67/Permentan/SM.050/12/2016 sudah digunakan untuk pembinaan kelembagaan petani dari 2016 hingga saat ini.

"Namun, karena ada beberapa kondisi dimana petani kelembagaanya adalah Poktan Gapoktan, dan Gapoktan bersama, tetapi dalam pendekatan untuk mereka mendapatkan pembinaan itu ada site efeknya salah satunya adalah bantuan pemerintah," jelasnya.

"Bantuan pemerintah itu ada bantuan pupuk subsidi, benih dan sebagainya yang membutuhkan kejelasan siapa sebenarnya yang harus jadi Poktan ini dan siap yang berhak mendapatkan bantuan," sambungnya.

Siti mengatakan, seharunya Poktan ini dijadikan sebagai pemberi bantuan untuk jadi acuan, tapi karena dengan kondisi perubahan strategis baik itu IT, politik, ekonomi, maka Poktana ini harus disesuaikan agar di dalam Kementan tidak saling bersentuh-sentuhan.

"Tapi ini data kelembagaan petani ini silakan kalau mau kasih traktor ke sini atau KUR. Karena perkembangannya kan tidak hanya Poktan Gapoktan, ada tadi korporasi, koperasi," pungkasnya.

KEYWORD :

Kepala BPPSDMP Dedi Nursyamsi Kelembagaan Petani Siti Munifah




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :