Minggu, 19/05/2024 23:03 WIB

Kurangi Ketergantungan Impor, Kementan Dorong Diversifikasi Pangan

Penyediaan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi keniscayaan di tengah kondisi pandemi yang masih berlangsung serta ancaman krisis pangan.

Dedi pada acara Mentan Sapa Petani dan Penyuluh Pertanian (MSPP) volume 12 yang mengankat tema Diversifikasi Pangan Lokal, yang ditayangkan melalui kanal YouTube BPPSDMP, Jumat (25/3).

JAKARTA, Jurnas.com - Kementeria Pertanian (Kementan) mendorong kemandirian pangan untuk mengurangi ketergantungan impor dari negara lain. Di antaranya melalui diversifikasi pangan.

Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo mengatakan, penyediaan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi keniscayaan di tengah kondisi pandemi yang masih berlangsung serta ancaman krisis pangan.

Untuk itu, Syahrul menekankan pentingnya diversifikasi pangan dengan mengoptimalkan potensi dan keragaman sumber daya pangan lokal sebagai salah satu strategi ketahanan pangan di tengah pandemi dan perubahan iklim

"Jadi, pangan itu tidak harus beras, kita melakukan juga upaya diversifikasi pangan. Beberapa pangan lokal kita intervensi seperti singkong, talas, dan umbi-umbian lainnya," kata Syahrul.

Sementara itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi mengatakan, ketersediaan pangan di pasar global saat ini menurun secara signifikan.

Penurunan signifikan itu, kata Dedi karena sentra industri pangan dunia menahan produknya untuk tidak dijual ke luar (restriksi). Selain itu juga terjadi fenomena panic buying.

"Kita harus kurangi ketergantungan terhadap impor kedelai ataupun gula putih. Solusinya adalah kita harus tanam kedelai, memanfaatkan kelapa untuk pengganti minyak sawit, mengganti kedelai ke koro pedang untuk pengganti kedelai, mengonsumsi gula dari aren," ujar Dedi.

Hal tersebut disampaikan Dedi pada acara Mentan Sapa Petani dan Penyuluh Pertanian (MSPP) volume 12 yang mengankat tema Diversifikasi Pangan Lokal, yang ditayangkan melalui kanal YouTube BPPSDMP, Jumat (25/3).

Pendiri dan Ketua Asosiasi Koro Pedang Nasional/AKPN), Agus Somamihardja yang hadir sebagai narasumber mengatakan, koro pedang tak kalah dengan kedelai dan gamdum yang selam ini masih diimpor.

"Koro pedang ini tumbuh tidak bermusim, produktivitasnya tinggi, dan proteinnya juga tinggi. Saya sudah membuktikan dua minggu terakhir protein koro pedang itu 23-25 persen," ujarnya.

Ia mengatakan, koro pedang dapat mensubtitusi kedelai hingga 50 persen atau setara dengan 1,55 juta ton per tahun. Jika setiap tahun produksi koro pedang 9 ton per hektare per tahun, maka luas lahan yang dibutuhkan adalah 172.222 hektare.

"Kalau kita bagi setiap Kabupaten maka itu hanya butuh 3726 ton per kabupatennya," jelasnya.

Selain itu hadir pula Sri Hartati, produsen minyak kelapa Garnis, yang mengenalkan produk berupa minyak kelapa untuk menggantikan minyak goreng dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Bisnis minyak goreng kelapa memiliki peluang sukses yang cukup besar karena hasil kelapa di Indonesia cukup melimpah, sehingga tidak perlu khawatir kekurangan bahan baku. 

"Selain itu minyak goreng merupakan bahan pengolah makanan yang diperlukan setiap hari. Dengan demikian minyak goreng kelapa yang kita jual pasti ada pembeli setiap harinya. Sudah bisa dipastikan keuntungan bisa kita dapatkan setiap hari juga," ujarnya.

Sementara itu, Netti Tinaprila, Dosen dari Departemen Agribisnis IPB University, menjelaskan prospek bisnis pangan. Potensi bisnis minyak goreng kopra cukup prospektif untuk UMKM. Kekurangan bahan baku kelapa perlu didukung dengan perluasan areal perkebunan kelapa genjah. 

"Konsumsilah minyak kelapa yang ternyata lebih sehat. Kembangkan produksi minyak kelapa tradisional sebagai alternatif minyak sawit. Bisniskan produk minyak kelapa tradisional untuk meningkatkan pendapatan petani dan UMKM,” pungkas Netti.

KEYWORD :

Diversifikasi Pangan BPPSDMP Dedi Nursyamsi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :