Selasa, 14/05/2024 21:43 WIB

Penuhi Kebutuhan Dalam Negeri, Kementan Ajak Petani Kedelai Genjot Produktivitas

Konsumsi kedelai impor cukup tinggi karena harga jauh lebih murah dibandingkan kedelai lokal. Saat ini kenaikan harga terjadi secara global sehingga menimbulkan kendala di pasar lokal.

Ngobrol Asyik (Ngobras) Penyuluhan volume 12 dengan tema Inovasi Kedelai Indonesia di Agriculture Operation Room (AOR) Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPPSDMP), Jakarta, Selasa (15/3).

JAKARTA, Jurnas.com - Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan untuk memproduksi satu juta ton kedelai. Angka ini mengalami kenaikan cukup tinggi dibandingkan tahun 2021 yang hanya 200 ribu ton.

Hal tersebut disampaikan pada Ngobrol Asyik (Ngobras) Penyuluhan volume 12 dengan tema Inovasi Kedelai Indonesia di Agriculture Operation Room (AOR) Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPPSDMP), Jakarta, Selasa (15/3).

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, konsumsi kedelai impor cukup tinggi karena harga jauh lebih murah dibandingkan kedelai lokal. Saat ini kenaikan harga terjadi secara global sehingga menimbulkan kendala di pasar lokal.

"Konstraksi pada kedelai terjadi secara global. Selama ini tempe tahu yang kita konsumsi banyak menggunakan kedelai impor. Karena harganya lebih murah. Pasokan kita aman, memang harga naik karena negara produsen mengalami kendala," ujarnya.

Mentan Syahrul mengatakan, ada tiga agenda yang akan dilakukan Kementan bersama stakeholder untuk terus memantau pasokan dan harga kedelai dalam negri.

"Pertama, agenda SOS yakni stabilisasi harga, pasokan tidak boleh ada yang terganggu sehingga ketersedian harus dipastikan aman. Harga tidak boleh terlalu turun dan tidak boleh terlalu naik, khawatirnya konstraksi ini hanya sementara," ujarnya.

"Agenda SOS menjadi agenda 100 hari," sambungnya.

Kedua, agenda temporary yakni dalam 200 hari ke depan produktivitas lokal harus ditingkatkan. Ketiga, agenda panjang, yakni Indonesia bisa memasok kebutuhan kedelai secara mandiri sehingga saat negara lain mengalami kendala tidak berimbas di dalam negeri.

"Masyarakat kita rata-rata pemakan tahu tempe jadi kedelai ini tidak boleh bersoal. Kita segera lakukan langkah konkret di lapangan sebagai upaya menstabilkan harga dulu. Mudah-mudahan harga stabil bukan hanya di Jakarta, tetapi di Jawa, serta daerah lain juga," terangnya.

Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi menjelaskan, apabila suplai pangan di internasional turun, maka secara hukum ekonomi harga pangan akan naik diseluruh negara termasuk Indonesia.

Dedi memaparkan untuk kebutuhan tahu tempe sebanyak 80 sampai 90 persen, Indonesia masih impor, dengan kebutuhan kedelai 3 juta ton per tahun.

"Ini peluang untuk petani kedelai genjot produktivitas, kurangi ketergantungan impor kedelai, tanam kedelai sebanyak-banyaknya untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional," ujar Dedi.

Peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Balitkabi, Moch Muchlish Adie mengatakan tanaman kedelai sangat menguntungkan dengan adanya berbagai teknologi budidaya pada berbagai agro ekosistem.

"Saat ini hingga 15 maret 2022 terdapat 114 varietas kedelai," ujar Moch Muchlish.

Teknologi kedelai juga ada budidaya tanpa bahan kimia atau pestisida.

Narasumber lainnya, Netti Tinaprilla, dari Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi manajemaen IPB, mengatakan strategi yang harus dilakukan melalui diversifikasi konsumsi, dengan tantangan sulitnya merubah selera konsumen.

"Solusinya diperlukan edukasi jangka panjang," jelas Netti.

Pengawalan dan pendampingan teknologi di lapang, sangat diperlukan untuk budidaya kedelai. "Pemanfaatan ruang tumbuh dibawah tegakan tanaman, potensi untuk pengembangan kedelai, selain itu diperlukan perencanaan yang matang," tutup Netti.

KEYWORD :

Kedelai Impor BPPSDMP Dedi Nursymasi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :