Senin, 29/04/2024 10:07 WIB

BKKBN: Jangan Sepelekan Masalah Stunting

Masalah stunting ini bukan masalah sepele. Terlebih, di Indonesia angka prevalensi stunting masih cukup tinggi, yakni 27,67 persen.

Penandatanganan perjanjian kerja samaDirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin, Sekretaris Utama BKKBN, Tavip Agus Rayanto, dan Kepala Organisasi BRIN Dadan Moh Nurjaman sebagai tanda penguatan kerja sama di Kantor Pusat BKKBN, Jakarta Timur, Kamis (16/12).

JAKARTA, Jurnas.com - Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Tavip Agus Rayanto menegaskan, masalah stunting ini bukan masalah sepele. Terlebih, di Indonesia angka prevalensi stunting masih cukup tinggi, yakni 27,67 persen.

"Jumlah tersebut masih di atas standar rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), yakni di bawah 20 persen," kata Tavip pada acara Penguatan Kerja sama BKKBN dengan Kementerian Agama (Kemenag) dan  Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) dalam Pencegahan Stunting dari Hulu Kepada Calon Pengantin, Jakarta, Kamis (16/12).

Tavip meminta agar masalah tersebut tak disepelekan mingingat stunting berpengaruh pada rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), rendahnya kecerdasan, rendahnya kemampuan politik, dan meningkatnya risiko penyakit tidak menular.

"Stunting ancaman pembangunan di masa mendatang karena rendahnya kualitas sumber daya manusia," tegas Tavip.

Sementara itu, Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo menyebutkan ada tiga kerugian bagi anak yang stunting. Ketiga kerugian itu adalah tubuh pendek, kemampuan intelektual di bawah rata-rata, dan mudah kena penyakit kardiovaskular.

"Ada tiga kelemahan stunting yang sangat membuat tidak produktif.  Pertama, stunting itu pendek sehingga kalau mau jadi polisi, tentara, pramugari juga sulit," Kata Hasto.

Tak hanya tubuh pendek, kerugian kedua yang dapat dialami anak stunting adalah kemampuan intelektual di bawah rata-rata. "Anak stunting kemapuan intelektualnya tentu tidak bisa di atas rata rata cenderung di bawah rata-rata. Sehingga, kalau mau jadi profesor agak sulit," kata dia.

Kerugian ketiga pada anak stunting adalah mudah terserang penyakit. "Memang orang stunting ini ketika usia paru baya 45 tahun sudah mulai sakit-sakitan pada umumnya, seperti tekanan darah tinggi, serangan jantung, stroke," kata Hasto.

Menurut Hasto, jika dilihat dari sebabnya, stunting terjadi karena kurangnya sub optimal health, punya sakit kronis dan juga karena sub optimal nutrition karena kekurangan nutrisi secara kronis dan juga pola asuh yang kurang baik.

Dokter Kandungan Konsultan Fertilitas-Endokrinologi Reproduksi itu juga mengkritisi maraknya fenomena persiapan para calon pengantin yang lebih mementingkan prawedding dibanding prakonsepsi.

"Pemeriksaan sejak 3 bulan sebelum nikah itu perlu dilakukan guna mencegah saat proses kehamilan tidak terjadi janin tumbuh lambat nantinya. Jangan hanya prawedding saja sebelum nikah, prakonsepsi jauh lebih penting dan harganya jauh lebih murah dari prawedding," ucap dia.

Sekedar informasi, acara ini juga dibarengi dengan penandatanganan perjanjian kerja samaDirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin, Sekretaris Utama BKKBN, Tavip Agus Rayanto, dan Kepala Organisasi BRIN Dadan Moh Nurjaman sebagai tanda penguatan kerja sama.

KEYWORD :

BKKBN Masalah Stunting Hasto Wardoyo Tavip Agus Rayanto




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :