Minggu, 19/05/2024 06:21 WIB

Sidang Suap Pajak, Hakim Ultimatum Petinggi Bank Panin

Veronika yang disebut sebagai orang kepercayaan dari Bos Bank Panin, Muk`min Ali Gunawan diutus Marlina untuk membuka komunikasi dengan pihak Ditjen Pajak.

Sidang kasus dugaan suap pengurusan pajak di Direktorat Jenderal Pajak di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Jakarta, Jurnas.com - Ketua Majelis Hakim, Fahzal Hendri mengultimatum Kepala Biro Administrasi Keuangan Bank Panin, Marlina Gunawan saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan suap pengurusan pajak di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.

Hakim Fahzal menilai keterangan Marlina berbelit-belit ketika ditanya terkait alasannya mengutus mantan Komisaris PT Panin Invesment, Veronika Lindawati menjadi kuasa wajib pajak Bank Panin.

"Kalau seumpama dia ngeles terus, ada bukti lain, dia (Marlina) juga (bisa) ditetapkan sebagai tersangka," kata Fahzal Hendri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (16/11).

Dalam persidangan terungkap jika Veronika yang disebut sebagai orang kepercayaan dari Bos Bank Panin, Muk`min Ali Gunawan diutus Marlina untuk membuka komunikasi dengan pihak Ditjen Pajak.

Pengutusan itu berdasarkan surat kuasa yang ditandatangani oleh Ahmad Hidayat, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Administrasi dan Keuangan Bank Panin

"Kenapa tidak saudara saja yang komunikasi dengan orang pajak? Kenapa harus Veronika kalau hanya berkomunikasi?," tanya hakim Fahzal kepada Marlina.

Marlina beralasan jika pihak Ditjen Pajak tidak menggubris saat diminta klarifikasi oleh anak buahnya terkait penerbitan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) Bank Panin sekitar Rp 900 miliar.

"Kalo cuma komunikasi pergi aja ke kantor Ditjen Pajak. Kan kantor pelayanan publik. Kenapa saudara saja yang kesitu? Kenapa beri kuasa kepada Veronika. Apa tujuannya?," kata hakim Fahzal

"Ga ada," jawab Marlina.

Hakim Fahzal tidak langsung percaya kepada Marlina. Namun, Marlina tetap pada keterangannya, yaitu Veronika hanya diminta untuk membuka komunikasi antara Bank Panin dengan pihak Ditjen Pajak.

"Ngeles aja dari tadi, seolah-olah semua disini bodoh. Coba pikir dulu, apa maksudnya berikan kuasa, sampai terlibat direktur keuangannya beri kuasa. Walaupun tanpa sepengetahuan Presiden Direktur. Tentu ada tujuan. Masa buka komunikasi saja harus beri kuasa. Pertanyaan jaksa itu intinya, menurunkan pajak. Itu," tegas hakim Fahzal.

"Ngeles-ngeles gak jelas, kalau cuma buka komunikasi kan ada bisa ke Kantor Gatsu (Kantor Ditjen Pajak) itu. Itu inti pertanyaan jaksa. Jawab aja yang benar," tambahnya.

Marlina dihadirkan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi untuk terdakwa pejabat Ditjen Pajak, Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdhani.

Dalam surat dakwaan, Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdhani menerima fee sebesar Rp 5 miliar dari Rp 25 miliar yang dijanjikan pihak Bank Panin. Suap itu diberikan untuk mengurangi nilai wajib pajak sebesar Rp 926.263.445.392 menjadi Rp300 miliar.

Veronika Lindawati hanya menyerahkan uang kepada Angin Prayitno Aji melalui Wawan Ridwan sebesar SGD 500 ribu atau setara Rp 5 miliar dari komitmen fee Rp 25 miliar. Dalam kesempatan itu, Angin Prayitno Aji tidak mempermasalahkannya.

Dalam perkaranya, Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramadan didakwa menerima suap sebesar Rp 15.000.000.000 dan SGD 4,000,000. Jika dirupiahkan, total penerimaan suap kedua mantan pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu itu menerima uang senilai Rp 57 miliar.

Kedua mantan pejabat pajak tersebut didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

KEYWORD :

Suap Pajak Bank Panin Veronika Lindawati




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :