Jum'at, 03/05/2024 16:37 WIB

Lagi Tren di Pasar Internasional, Karantina Pertanian Dorong Ekspor Maggot

Kandungan nutrisi Maggot yang tinggi, baik protein, asam amino, asam lemak maupun mineralnya tidak menutup kemungkinan dapat dimanfaatkan sebagai penyusun pakan konsentrat pada ternak ruminansia.

Kepala Badan Karantina Pertanian, Bambang. (Foto: Supianto/Jurnas.com)

JAKARTA, Jurnas.com - Komoditas pertanian berupa larva serangga atau yang lebih dikenal sebagai maggot, ternyata sedang tren dimanfaatkan beberapa negara produsen pakan dunia seperti Tiongkok, Amerika, Brazil, India, terutama Eropa.

"Produk maggot potensi ekspor antara lain berupa larva segar, larva kering, tepung larva dan minyak larva," jelas Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian (Kementan), Bambang pada acara "Coffee Morning Barantan" di  Jakarta, Senin (11/10).

Kandungan nutrisi Maggot yang tinggi, baik protein, asam amino, asam lemak maupun mineralnya tidak menutup kemungkinan dapat dimanfaatkan sebagai penyusun pakan konsentrat pada ternak ruminansia.

Menurut Bambang, Maggot Black Soldier Fly (lalat tentara hitam) yang tumbuh pada media bungkil kelapa sawit dipilih negara terutama Jepang maupun Eropa sebagai bahan pakan penyusun pakan hewan kesayangan, karena minim meninggalkan jejak karbon dalam proses pengolahannya.

"Hal ini tentu saja memberikan peluang yang tinggi untuk Indonesia yang kaya akan kelapa sawit, suhu yang stabil untuk pertumbuhan maggot ataupun kemanfaatan dari sumber daya manusianya dalam lapangan kerja industri maggot dalam negeri," ujar Bambang.

Sisi lain, peluang tinggi ekspor maggot, kata Bambang, menjadi tantangan  dalam memenuhi persyaratan yang diminta negara tujuan ekspor, maupun yang dipersyaratkan Kementerian/Lembaga terlibat dalam Negeri sesuai peraturan perundangan tentang Keamanan dan Mutu Pakan

"Dalam hal ini tentunya pemerintah yang terlibat dalam rantai pakan dan eksportir maggot harus bahu membahu mewujudkan produk ekspor yang berdaya saing dan memiliki keberterimaan tinggi di negara tujuan ekspor," kata ujar Bambang.

Menurut Bambang, penjaminan keamanan dan mutu serangga sebagai bahan pakan termasuk maggot melalui sistem ketertelusuran merupakan persyaratan teknis yang wajar dipersyaratkan oleh beberapa negara tujuan ekspor.

Hal ini sejalan dengan prinsip prinsip kesepakatan sanitari dan fitosanitari (SPS Agreement) untuk memberikan perlindungan kesehatan manusia, hewan dan lingkungan suatu negara dalam konteks perdagangan internasional di bawah naungan world trade organization (WTO).

Barantan dalam memfasilitasi perdagangan komoditas pertanian Indonesia memberikan penjaminan dan kepercayaan kepada seluruh negara mitra dagang terhadap kelayakan dan keamanan produk pertanian, bahwa produk yang diekspor telah bebas dari penyakit dan sesuai dengan persyaratan teknis negara tujuan.

Penjaminan yang diberikan Karantina sebagai gerbang terakhir terhadap keamanan dan mutu komoditas pertanian yang diekspor, dilaksanakan melalui pengawasan dan/atau pengendalian pengeluarannya, yaitu dengan melakukan verifikasi di tempat produksi, terhadap penerapan pengendalian titik kritis bahaya yang dilakukan oleh eksportir, pada rantai produksi dimulai dari praproduksi, produksi, distribusi, pengolahan, pemasaran hingga diterima oleh pengguna, sesuai cara produksi yang baik/ good manufacturing practices (GMP) berbasis Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang merupakan salah satu sistem jaminan keamanan dan mutu yang diakui dalam perdagangan internasional, serta peraturan perundangan yang berlaku.

Bambang mengatakan, Karantina telah melakukan verifikasi pemenuhan persyaratan teknis untuk ekspor maggot BSF ke beberapa negara, dimana saat ini sedang menunggu proses disetujuinya Indonesia sebagai negara eksportir maggot BSF sebagai bahan pakan dan pakan ke Eropa, sedangkan Kanada, Jepang, Inggris telah menerbitkan izin maggot Indonesia masuk pasar negara tersebut.

Sebagai acuan bagi calon eksportir bahan pakan dan pakan asal serangga, Karantina telah menerbitkan Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 4556/KPTS/KR.120/K/3/2021 tentang Pedoman Persyaratan dan Tatacara Penetapan Tempat Produksi Bahan Pakan dan Pakan Asal Serangga dan Produk Serangga Sebagai Instalasi Karantina Hewan serta Pemberian Persetujuan Karantina Hewan.

Selain penetapan regulasi, Karantina juga telah melakukan bimbingan teknis terhadap calon eksportir dan pejabat karantina di seluruh unit pelaksana teknis karantina pertanian (UPTKP) yang ada di seluruh Indonesia.

Karantina juga membangun kerjasama dan komunikasi komprehensif intensif dengan pemerintah negara tujuan ekspor, Asosiasi BSF Indonesia, pihak akademisi/pakar BSF, Kementerian/Lembaga terlibat dalam rantai pakan dari hulu ke hilir.

Budi Tanaka dari PT Biocycle mencerikan pengalamannya di akhir 2019 ketika Uni Eropa mengeluarkan peraturan kepada seluruh negara ketiga agar mendatkan approval numbur.

"Pabrik sudah berdiri investai sudah masuk, tapi kita belum bisa ekspor itu luar biasa sekali padahal marketnya luar biasa sekali di Uni Eropa. Saya datang ke karantina dan mendapat dibimbingan untuk membuat regulasi," kata dia.

"Jadi, Indonesia dengan Uni Eropa selama ini kita belum pernah ekspor hewani. Jadi kita belum ada aturan. Dan, selama satu tahun regulasi tersebut sudah ada," sambungnya.

Dia mengatakan, pengusaha butuh payung hukum. "Jadi sekarang melalui karantina sudah didaftarkan regulasi sudah dikirkim ke Uni Eropa kemudian sekarang lagi dicek dan disebarkan. Kalau tidak ada kendala dalam 180 hari itu kita sudah otomatis terdaftar," katanya.

KEYWORD :

Larva Serangga Maggot Karantina Pertanian Bambang




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :