Rabu, 08/05/2024 06:40 WIB

Anggota Baleg Masih Beda Tafsir Terminologi Seksualitas dalam RUU PKS

Cara pandang seperti ini memunculkan dinamika yang cukup alot di Baleg dalam menyusun redaksional.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Eem Marhamah. Foto: kwp/jurnas.com

JAKARTA, Jurnas.com - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI masih memiliki perbedaan tafsir dalam mengartikan terminologi seksualitas di Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

"Anggota Baleg itu berasal dari berbagai komisi. Tentunya punya persfektif yang berbeda-beda terkait terminologi seksualitas, terminologi hasrat juga diganti dengan keinginan. Jadi hasrat seksual menjadi keinginan seksual," kata Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi PKB Neng Eem Marhamah dalam diskusi dialektika ”Membedah Draf Terkini RUU PKS” di Media Center Parlemen, Jakarta, Selasa (7/9/2021).

Eem mengatakan, kekerasan seksual iberangkat dari fakta yang ada, bahwa memang undang-undang yang ada tidak cukup kuat untuk membela para korban dari kekerasan seksual itu.

Banyak faktor yang memengaruhinya, diantaranya karena kebanyakan akibat adanya relasi kuasa, Tetapi ada juga ternyata bukan karena relasi kuasa.

Misalkan kekerasan seksual atau pelecehan di angkutan umum. Pelaku dan korban sama-sama saling tidak mengenal.

"Sehingga kekerasan seksual seperti itu bukan akibat adanya relasi kuasa, mungkin lebih ke paradigma," kata Eem.

Menurut Eem, cara pandang seperti ini memunculkan dinamika yang cukup alot di Baleg dalam menyusun redaksional. Sebab redaksi harus bisa mewakili semua permasalahan yang ada, sehingga masalah yang terjadi tidak terulang kembali.

"Dinamikanya masih berlanjut. Perbedaan paradigma itu menjadi tidak mudah, apalagi para pembahasnya sering berubah, sehingga akhirnya sering terjadi kembali perdebatan. Seperti itu kondisi di Baleg saat ini," ucap Eem.

KEYWORD :

RUU PKS Baleg kekerasan seksual




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :