Jum'at, 26/04/2024 17:08 WIB

Supervisi KPK Kasus Djoko Tjandra, ICW Desak Kejagung dan Polri Kooperatif

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan bahwa permintaan KPK untuk mengirimkan berkas perkara Djoko Tjandra sepertinya diabaikan kedua penegak hukum tersebut.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana.

Jakarta, Jurnas.com - Indonesian Corruption Watch (ICW) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Bareksrim Polri agar kooperatif untuk memberikan salinan berkas perkara Djoko Tjandra kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan bahwa permintaan KPK untuk mengirimkan berkas perkara Djoko Tjandra sepertinya diabaikan kedua penegak hukum tersebut.

"ICW mendesak agar Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri dapat kooperatif terhadap KPK. Dalam hal ini KPK sudah menerbitkan surat perintah supervisi disertai dengan mengirimkan surat kepada Kejaksaan Agung dan Bareskrim agar segera menyerahkan berbagai dokumen terkait kasus yang melibatkan Joko S Tjandra, namun sepertinya tidak ditindaklanjuti dengan baik," kata ICW saat di konfirmasi, Kamus (12/11).

Kurnia menegaskan bahwa saat ini telah ada Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mewajibkan penegak hukum lain, dalam hal ini, Kejagung dan Polri untuk memberikan akses bagi KPK melakukan supervisi terhadap perkara yang ditangani.

Dimana, lanjut Kurnia, dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dan b PerPres 102 tahun 2020 menyebutkan bahwa KPK berwenang  meminta kronologis dan juga laporan perkembangan penanganan perkara yang sedang dikerjakan oleh Kepolisian dan Kejaksaan.

“Hal ini penting dilakukan oleh KPK, untuk menyelidiki kemungkinan adanya aktor lain yang juga terlibat dalam pelarian Joko S Tjandra. Misalnya saja, KPK harus menelisik lebih jauh, hal-hal apa yang mendasari Joko S Tjandra dapat percaya begitu saja dengan Pinangki Sirna Malasari, sedangkan di waktu yang sama, Pinangki tidak memiliki jabatan khusus di Kejaksaan Agung. Apakah mungkin ada petinggi institusi tertentu yang menjamin bahwa ia dapat membantu Joko S Tjandra?,” ucap Kurnia.

Dalam kesempatan yang sama, ICW juga melihat sepertinya tidak ada semangat yang sama di internal KPK sendiri. Sebab, selama ini yang memberikan perhatian lebih terhadap perkara Djoko S Tjandra hanya satu diantara lima Pimpinan KPK yang menyoroti.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango menyayangkan Kejaksaan Agung dan Polri yang tidak koorporatif untuk mengirimkan salinan berkas perkara skandal Djoko Tjandra.

Dimana, Nawawi mengatakan bahwa pihaknya telah dua kali meminta untuk mengirimkan salinan berkas perkara yang telah menyeret nama-nama besar. Namun, KPK/">KPK belum memperolehnya.

"Benar, tim supervisi telah dua kali meminta dikirimkan salinan berkas, dokumen-dokumen dari prkara trsebut, baik dari bareskrim maupun kejagung, tapi hingga saat ini belum kami peroleh," kata Nawawi

Nawawi mengatakan bahwa berkas dan dokumen dari Polri/">Polri dan Kejagung/">Kejagung penting bagi KPK/">KPK. Sebab, untuk mendalami penanganan skandal Djoko Tjandra, dokumen tersebut sangat dibutuhkan.

Ditambah lagi, KPK/">KPK juga telah mengantongi sejumlah dokumen terkait skandal Djoko Tjandra dari masyarakat yang nantinya akan digabungkan dan dipelajari.

"Berkas dan dokumen-dokumen tersebut diperlukan tim supervisi untuk digabungkan dengan dokumen-dokumen yang diperoleh dari masyarakat untuk selanjutnya ditelaah," ucap Nawawi.

Dimana, tak tertutup kemungkinan KPK akan membuka penyelidikan baru. Termasuk menyelidiki keterlibatan pihak lain yang hingga saat ini belum disentuh.

"Sehingga dapat dipertimbangkan kemungkinan KPK/">KPK melakukan penyelidikan baru terhadap kluster-kluster yang belum tersentuh," katanya

Selain itu, KPK/">KPK juga telah menerbitkan surat perintah supervisi skandal Djoko Tjandra yang ditangani Bareskrim Polri/">Polri dan Kejagung/">Kejagung. Dimana, supervisi ini berdasarkan Pasal 10 dan Pasal 10A UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK/">KPK.

Ditambah lagi, Supervisi/">Supervisi yang dilakukan KPK/">KPK semakin kuat dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020 tentang Supervisi/">Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Bukan KPK/">KPK yang minta dihargai, tapi supervisi adalah tugas dan kewenangan yang diberikan undang-undang. Aturan hukum itulah yang harus dihargai semua pihak," tegas Nawawi.

Dalam kasus dugaan suap dan pemufakatan jahat permintaan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) yang ditangani Kejaksaan agung itu turut menjerat mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung/">Kejagung Pinangki Sirna Malasari, mantan politikus Nasdem Andi Irfan Jaya, dan Djoko Tjandra.

Sementara, untuk kasus penghapus nama Djoko Tjandra dari daftar red notice itu ditangani oleh Polri/">Polri. Dimana, dalam penanganan kasus itu turut menjerat mantan Kadiv Hubinter Polri/">Polri Irjen Napoleon Bonaparte, mantan Kabiro Kordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri/">Polri Brigjen Prasetijo Utomo, serta pengusaha Tommy Sumardi.

Selain itu, Polri/">Polri juga menangani kasus dugaan pemalsuan surat yang menjerat Prasetijo, Djoko Tjandra dan mantan pengacaranya Anita Kolopaking. Kasus tersebut sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

KEYWORD :

ICW KPK Kejagung Polri Supervisi Djoko Tjandra




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :