Jum'at, 26/04/2024 17:08 WIB

Ini Alasan Mengapa Holding BUMN Pertambangan Membahayakan

Pengamat Hukum Sumber Daya Alam dari Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi memprediksi bakal adanya tiga masalah krusial mengenai pembentukan holding BUMN pertambangan.

Kantor Antam

Jakarta - Pembentukkan induk usaha (holding) perusahaan pelat merah di sektor pertambangan menuai pro-kontra. Pro-kontra itu bahkan kian memanas.

‎Hal itu mengemuka setelah pemerintah mengagendakan bakal menggelar Rapat Umum Pemegang saham (RUPS) Luar Biasa. Rapat itu dikabarkan bakal membahas  penghapusan status persero di PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk, dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk pada 29 November 2017.

Pengamat Hukum Sumber Daya Alam dari Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi memprediksi bakal adanya tiga masalah krusial mengenai pembentukan holding BUMN pertambangan.

Pertama, dengan dihapusnya status persero pada 3 BUMN tadi maka upaya intervensi pemerintah dan pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan berkurang. Dimana ketentuan ini sendiri telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

"Walaupun dalam keterangannya pemerintah mengklaim negara masih memiliki peran dalam pengawasan, tapi jelas upaya tadi tidak akan bisa secara langsung atau bakal bertingkat. Ini karena kepemilikan saham Antam, Timah dan Bukit Asam akan berada di bawah Inalum lantaran status persero mereka telah dihapus," ungkap Redi dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (16/11/2017).

Kedua, masalah yang juga berpotensi muncul di dalam pembentukkan BUMN pertambangan adalah masuknya sejumlah kepentingan seiring dengan perubahan status tiga BUMN tadi. Dengan tidak lagi menjadi BUMN, ungkap Redi, manajemen  tiga BUMN itu tak memiliki kewajiban dan tanggungjawab langsung terhadap pemerintah dan DPR. Hal itu, kata Redi, akan menjadi lahan baru dan memunculkan praktik mafia pertambangan baru.

"Padahal saat ini pengawasan dan kinerja 3 BUMN tadi terbilang ketat karena diawasi pemerintah, DPR dan investor karena ketiganya adalah emiten," ungkap dia.

Masalah ketiga yang juga berpotensi timbul akibat pelaksanaan konsep BUMN pertambangan itu yakni  menurunnya kontrol rakyat terhadap kinerja dan posisi keuangan 3 BUMN tersebut. Dimana penurunan kontrol tadi merupakan dampak negatif dari berkurangnya fungsi pengawasan DPR.

"Contohnya pemberian PMN yang dulu bisa langsung diawasi oleh DPR dan rakyat karena ketiga BUMN tadi masih berstatus persero. Tapi kalau persero dihapus, kita tidak akan bisa mengawasi langsung. Bahkan kalau Inalum mau menjual saham Antam, Timah dan PTBA ke asing pun tidak harus mendapatkan izin dari DPR kalau persero mereka dihapus," terang dia.

Menilik hal itu, pemerintah didesak menghitung ulang cost and benefit dari wacana pembentukkan holding BUMN pertambangan itu.‎ Apalagi, sambung, Redi, saat ini kinerja Antam dan Bukit Asam sedang bagus.

"Sebenarnya muara dari masalah holding BUMN itu ada di PP 72/2016. Aturan ini jelas berbahaya bagi perusahaan negara karena rakyat bisa kehilangan perusahaan yang potensial," tandas dia.

KEYWORD :

Holding BUMN Pertambangan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :