Pemerintah menjamin stok migor cukup dengan harga tetap terjangkau masyarakat luas.
Kemendag menginstruksikan produsen untuk mempercepat penyaluran migor serta memastikan tidak terjadi kekosongan di tingkat pedagang dan pengecer, baik di pasar tradisional maupun ritel modern.
Agar suplai minyak goreng dari industri kepada masyarakat tetap stabil. Sebab masalah ini yang diduga menjadi penyebab utama kelangkaan migor pasca penetapan kebijakan DMO.
Adapun biaya distribusi tersebut akan dibebankan kepada pelaku usaha yang menahan stok migor.
Kemendag akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum utuk mengawal distribusi migor di Sumatera Utara.
Keputusan Mendag menyerahkan harga minyak goreng (migor) kepada mekanisme pasar menciptakan spekulasi publik seolah pemerintah lemah di hadapan kartel dan mafia.
Karena sikap pemerintah yang abai seperti itu Indonesia mengalami paradoks atau sesuatu yang bertentangan. Negeri yang kaya sumber daya alam (SDA) seperti Indonesia malah mengalami kelangkaan migor. Harga CPO dunia tinggi tapi tidak menjadi berkah malah menuai musibah.
Sampai akhir bulan Maret ini kondisi ketersediaan migor di pasaran masih langka dan harganya dilaporkan menembus Rp. 22 ribu per liter. Padahal harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sejak dua minggu lalu sebesar Rp. 14 ribu per liter. Sementara sebelumnya Menperin berjanji di akhir bulan Maret ini persoalan migor curah sudah dapat ditangani.
Untuk kesekian kalinya janji Menperin kembali diingkari. Terbukti, tanggal 4 April, sesuai waktu yang dijanjikan, migor curah tidak aman terkendali. Sebelumnya Menperin berjanji, bahwa paling lambat pada tanggal 4 april di awal bulan Ramadhan soal migor ini sudah dapat dituntaskan. Namun kenyataannya sangat berbeda.
Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menaikkan status penyidikan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak goreng ke luar negeri hingga mengalami kelangkaan di dalam negeri.