Pengurus DPD Partai Golkar seluruh Indonesia sepakat pelaksanaan musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) dan pergantian Ketua DPR dilakukan setelah putusan praperadilan Setya Novanto.
Meski menang dalam sidang praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua DPR Setya Novanto sebaiknya tidak lagi memimpin DPR.
Pasca penetapan tersangka itu, Novanto kembali melayangkan gugatan praperadilan ke PN Jaksel. Sidang gugatan sedianya digelar pada 30 November 2017.
Proses praperadilan Ketua DPR Setya Novanto akan berlanjut atau tidak menjadi fokus perhatian ketimbang pembuktian hukum atas kasus dugaan korupsi e-KTP tersebut. Hal itu membuat politikus PDI Perjuangan (PDIP) sedih, miris sekaligus ironis.
Agus memprediksi putusan praperadilan tak akan dibacakan sebelum Rabu mendatang.
Jika dakwaan Setya Novanto telah dibacakan maka sidang praperadilan yang diajukan Ketua Umum Partai Golkar itu gugur dengan sendirinya.
Diakui Nana, praperadilan gugur ketika pokok perkara disidangkan.
Setelah gugatan praperadilan tersebut dicabut, lanjut Guntur, tim kuasa hukum Fredrich Yunadi kembali mendaftarkan gugatan ke dua kalinya.
Putusan praperadilan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) dinilai cacat hukum. Sebab, praperadilan adalah sarana untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya setiap upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik.
Pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) dinilai telah melanggar prinsip hukum. Sebab, menyidangkan perkara yang sudah dinyatakan gugur oleh putusan praperadilan.