Jika dalam Munas Golkar pada Desember mendatang ada pihak-pihak yang ingin meredam persaingan dengan memaksakan aklamasi, maka akan berbahaya bagi eksistensi Partai Golkar.
Di tengah Rapimnas Partai Golkar yang tengah berlangsung hari ini di Jakarta, santer terdengar informasi tentang adanya oknum pejabat tinggi pemerintah ikut bermain dalam Munas Golkar yang akan digelar awal Desember mendatang.
KAGAMA yang menggelar Musyawarah Nasional (Munas) XIII KAGAMA di Pulau Dewata berkesempatan bertemu dengam Gubernur Wayan Koster di Rumah Jabatan Gubernur Bali, Jaya Sabha, Denpasar, Kamis (14/11).
Upaya Airlangga Hartarto memaksakan pemilihan Ketum Partai Golkar secara aklamasi pada Munas nanti menggambarkan keengganan dalam melakukan konsolidasi ke pengurus DPD II tingkat kabupaten/kota.
Diketahui, Sebagian peserta Munas Dekopin yang berseberangan dengan Nurdin Halid mempermasalahkan perubahan Anggaran Dasar Dekopin, seperti Pasal 33, Pasal 19 huruf ayat (1) tentang masa jabatan dan ayat (3) tentang batasan periodisasi Ketua Umum.
Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan apresiasi dan dukungannya atas pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) XIII Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA) di Bali, yang bisa menunjang sektor pariwisata.
Pemilihan ketua umum (Ketum) Partai Golkar dengan sistem aklamasi dinilai akan menghancurkan partai berlambang pohon beringin itu.
Kandidat Ketum Partai Golkar yang mendapat dukungan dari mayoritas DPD I dinilai belum dapat dipastikan terpilih. Hal itu mengingat pemilik suara secara mayoritas adalah DPD II tingkat Kabupaten/Kota.
Dukungan DPD I tingkat Provinsi tanpa disertai DPD II tingkat Kabupaten/Kota Partai Golkar kepada Airlangga Hartarto hanya akan dianggap sebagai klaim semata.
Organisasi PP solid mendukung salah satu kadernya yang saat ini menjabat Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), menjadi Ketua Umum Partai Golkar 2019-2024.