Rabu, 01/05/2024 21:06 WIB

Kasus Suap Ekspor Benur, KPK Cegah Istri Edhy Prabowo ke Luar Negeri

Ali mengatakan, pencegahan dilakukan agar keempat orang itu bisa hadir dalam pemeriksaan saksi terkait dengan kepentingan pemeriksaan saksi dalam kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster.

Logo KPK

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah istri Menteri nonaktif Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Iis Rosyita D, bepergian ke luar negeri.

Surat pencegahan anggota komisi V DPR dari fraksi Partai Gerindra itu telah dikirimkan KPK ke Direktorat Jendral Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Republik Indonesia.

"KPK telah mengirimkan surat ke Ditjen Imigrasi Kumham RI untuk melakukan pelarangan ke luar negeri selama 6 bulan ke depan terhitung sejak tanggal 4 Desember 2020," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (18/12).

KPK juga melakukan pencegahan terhadap 3 orang lainnya. Diantaranya, Direktur PT Perishable Logistic Indonesia (PLI) Deden Deni P; dan dua orang pihak swasta, yaitu Neti Herawati dan Dipo Tjahjo P.

Ali mengatakan, pencegahan dilakukan agar keempat orang itu bisa hadir dalam pemeriksaan saksi terkait kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster.

"Pencegahan ke luar negeri tersebut tentu dalam rangka kepentingan pemeriksaan, agar pada saat diperlukan untuk diagendakan pemeriksaan para saksi tersebut tidak sedang berada di luar negeri," ucap Ali.

Dalam kasus ini KPK telah menetapkan 7 orang sebagai tersangka dalam kasus ini pada 25 November 2020 lalu.

Enam orang yang diduga sebagai penerima suap, yakni, Menteri KKP non aktif Edhy Prabowo; Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP; Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP; Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK); Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP; Amiril Mukminin selaku swasta (AM).

Sementara diduga sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).

Dimana, Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.

Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta d antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril. 

Keenam tersangka penerima disangkakan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan tersangka pemberi disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 
KEYWORD :

KPK Edhy Prabowo Menteri Kelautan dan Perikanan Iis Rosyita Ekspor Benur




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :