Kamis, 16/05/2024 16:45 WIB

Kang Saan Ungkap Problem Kampanye Model Tertutup di Pilkada 2020

Hampir 80 persen menghendaki kampanye terbuka tatap muka.

Kang Saan Mustopa, dalam sebuah webinar bahas kampanye Pilkada

Jakarta, Jurnas.com - Wakil Ketua Komisi II DPR, Saan Mustopa, mengatakan pelaksanaan pilkada dengan kampanye tertutup memanfaatkan teknologi daring masih memiliki sejumlah kendala dalam pelaksanaan pilkada serentak 2020.

Masalah pertama, umumnya masyarakat masih senang dengan model kampanye konvensional tatap muka yang kadung digemari.

"Maka kalau saya melakukan survei Pilkada di daerah, kalau kita tanya model kampanye apa yang mereka suka? Hampir 80 persen menghendaki kampanye terbuka tatap muka. Ini masih diinginkan masyarakat," kata Saan Mustopa, Selasa (10/11/2020).

Hal itu disampaikannya dalam Webinar Beritasatu bertema "Sosialisasi Pilkada Serentak 2020: Kampanye di Masa Pandemi". Moderatornya adalah Pemimpin Redaksi Suara Pembaruan yang juga alumni Universitas Sebelas Maret Surakarta, Aditya L.Djono.

Lebih lanjut, hal kedua, menurut Saan, dalam kampanye pilkada di tengah pandemi, ada problem keseimbangan kekuatan antara petahana dan penantang.

"Walaupun kita berusaha meyakinkan bahwa antara petahana dan penantang tak ada problem apa-apa dan bisa start sama, tapi nyatanya karena di tengah pandemi itu ada kecenderungan covid-19 dijadikan sebagai ujian kepemimpinan bagi petahana," ulas Saan.

"Mereka petahana yang mampu menangani covid, akan dapat reward dari masyarakat dengan memilihnya kembali. Tapi bagi kepala daerah yang tidak mampu menangani covid akan divonis dengan tidak dipilih kembali."

Ketiga, ada problem yang namanya popularitas. Tidak gampang di tengah pandemi untuk menaikkan popularitas. Sementara petahana sudah punya modal popularitas yang maksimal. Sedangkan penantang harus berjuang untuk ini karena terbatasnya ruang untuk sosialisasi.

"Kampanye, penggunaan medsos juga terbatas. Facebook yang paling banyak. Sedangkan instagram, twitter, youtube, di kalangan menengah masih jarang menggunakan. Itu pun jangkauannya lemah di daerah," ulas Saan.

Maka tetap saja media luar ruang, seperti baliho, banner, pamflet yang jadi andalan. Dan memang relatif efektif untuk menaikkan popularitas mereka.

Maka dengan modal popularitas yang tidak seimbang, akibatnya persaingan agak susah. Karena dalam sistem pemilu langsung, prinsipnya adalah seorang calon harus dikenal, disukai, lalu dipilih.

"Dikenal belum tentu disuka. Disuka belum tentu dipilih. Tapi modal utamanya tetap dikenal dulu. Kalau tingkat keterkenalannya rendah, maka yang suka pun rendah. Kalau yang suka rendah, maka yang pemilihnya juga rendah," bebernya.

"Jadi ada problem popularitas untuk para penantang terhadap petahana. Kecuali daerah itu petahananya tidak ada, maka dia start-nya sama."

Maka ke depan, Saan menilai hal-hal terkait keadilan posisi antara petahana dan penantang, khususnya dalam situasi pandemi seperti saat ini, memang penting diatur. Sehingga menaikkan popularitas bisa benar-benar adil.

KEYWORD :

Kampanye Saan Mustopa Pilkada




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :