Minggu, 28/04/2024 04:34 WIB

Perspektif di Balik Dukungan PDIP kepada Ahok-Djarot

PDIP memutuskan dukungan kepada calon petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat ke Pilkada DKI. Bagaimana perspektif di balik dukungan PDIP tersebut?

Ilustrasi

Jakarta - PDI Perjuangan (PDIP) memutuskan dukungan kepada calon petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat ke Pilkada DKI Jakarta. Bagaimana perspektif di balik dukungan PDIP tersebut?

Setelah resmi PDIP mengumumkan dukungan kepada Ahok-Djarot, muncul dinamika terkait perspektif di balik dukungan partai yang diklaim sebagai partainya wong cilik tersebut.

Salah satunya, awal pencalonan Komjen Pol Budi Gunawan (BG) sebagai calon tunggal Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dinilai sebagai transaksi politik Presiden Jokowi dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Penilaian itu disampaikan Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Muhammad Budyatna, kepada Jurnas.com, Jakarta, Sabtu (3/9).

Budyatna mengatakan, ada kompromi politik antara Jokowi dan Megawati di balik pencalonan Wakapolri itu menjadi calon tunggal Kepala BIN. Mengingat, BG adalah salah satu orang kepercayaan Megawati.

"Saya melihat ini (pencalonan BG) ada transaksi politik antara Jokowi dan Megawati," kata Budyatna.

Apa transaksi politik antara Jokowi dan Megawati? Menurutnya, deal politik keduanya terjadi `tukar guling` kepentingan di Pilkada DKI. Jokowi berharap agar PDIP memberikan dukungan kepada Ahok.

"Ahok itu kan orang kepercayaan Jokowi, makanya terjadi transaksi. Momentum ini dipakai Megawati untuk menjadikan BG kepala BIN," jelas Budyatna.

Selain itu, adanya kabar soal mahar politik yang diberikan Ahok kepada partai berlambang banteng moncong putih itu menjadi salah satu alasannya.

Kabar yang beredar, mahar politik yang diterima PDIP sebesar Rp280 miliar. Nilai ini merupakan akumulasi dari 28 kursi PDIP di DPRD DKI Jakarta dengan perincian masing-masing kursi dihargai Rp10 miliar.

Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki apakah mahar tersebut sebgai gratifikasi atau tidak. Mengingat, Ahok masih menjabat Gubernur dan menjadi calon incumbent.

"KPK harus masuk untuk deteksi uang pilkada. Kalau kondisi ini dibiarakan, saya khawatir korupsi akan lebih besar terjadi di kemudian hari," kata Adhie.

Apakah perspektif itu benar? PDIP membantah adanya mahar politik dan transaksi politik antara Megawati dan Presiden Jokowi terkait dukungan kepada pasangan Ahok-Djarot di Pilkada DKI.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengklaim, ada beberapa pertimbangan yang diambil partainya dalam memutuskan mengusung Ahok-Djarot.

Pertama, Ahok hingga saat ini adalah petahana Gubernur DKI Jakarta yang bertugas meneruskan tugas pasangan Jokowi-Ahok yang sebelumnya telah diusung PDI Perjuangan pada Pilkada tahun 2012 yang lalu.

"Kedua, langkah mengusung Ahok-Djarot dinilai sejalan dengan ideologi PDI-P, yaitu Pancasila 1 Juni 1945 dan Trisakti," kata Hasto saat deklarasi, Selasa (20/9/2016) malam.

Hasto mengatakan, PDIP memegang teguh dan berkomitmen meneguhkan nilai-nilai pluralisme dalam ideologi tersebut, serta selalu berupaya untuk konsisten dalam menjalankan program-program kebijakan Jokowi-Ahok pada waktu yang lalu.

"Ketiga, pasangan Ahok-Djarot dalam pandangan PDI-P mempunyai komitmen yang teguh dalam melaksanakan ideologi partai serta mampu bersinergi dengan pemerintah pusat dalam mengejawantahkan praktik pemerintahan," kata dia.

Keempat, PDI Perjuangan menilai pasangan Ahok-Djarot mampu meneruskan dan mengimplementasikan visi dan misi Jakarta Baru yang sebelumnya diusung oleh pasangan Jokowi-Ahok pada Pilkada 2012 lalu.

KEYWORD :

Pilkada DKI Pilgub DKI PDIP Megawati Soekarnoputri Pilkada 2017 Ahok




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :