Senin, 29/04/2024 11:12 WIB

Eks BPJN Penyuap Anggota Komisi V Dieksekusi ke Sukamiskin

Eksekusi itu dilakukan menyusul perkara dugaan korupsi yang menjerat Amran telah berkekuatan hukum tetap.

Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary, usai diperiksa Komisi Pemberantas Korupsi

Jakarta - Mantan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara), Amran Hi Mustary dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat oleh jaksa eksekutor KPK. Eksekusi itu dilakukan menyusul perkara dugaan korupsi yang menjerat Amran telah berkekuatan hukum tetap.

"Jaksa Eksekutor pada KPK hari ini (10/5) melakukan eksekusi terhadap terpidana Amran Hi Mustary (PNS, Mantan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional/BPJN IX Maluku dan Maluku Utara) ke Lapas Klas 1 Sukamiskin Bandung Jawa Barat," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Rabu (10/5/2017).

Sebelumnya, Majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman enam tahun penjara atau bui dan denda Rp 800 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Amran HI Mustary. Vonis itu diberikan lantaran majelis hakim menilai Amran telah terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam kasus dugaan suap pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara.

Perbuatan Amran dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Terkait pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara, hakim meyakini uang suap dari sejumlah rekanan diberikan kepada sejumlah anggota Komisi V DPR.

Adapun rinciannya uang dari rekanan yakni; Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir sejumlah Rp 7,275 miliar dan SGD 1,143,846; Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng sebesar Rp 4,980 miliar; Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group), Hong Artha John Alfred, sebesar Rp 500 juta.

Selain itu, Komisaris PT Papua Putra Mandiri, Henock Setiawan alias Rino sejumlah Rp 500 juta; dan dari Direktur CV Putra Mandiri, Charles Franz alias Carlos sejumlah Rp 600 juta.

Sementara sejumlah anggota Komisi V DPR yang dinilai terbukti menerima suap yakni, anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDI-P Damayanti Wisnu Putranti menerima 328.000 dollar Singapura. Penerimaan itu terkait proyek pelebaran Jalan Tehori-Laimu senilai Rp 41 miliar.

Budi Supriyanto menerima sebesar 404.000 dollar Singapura di Foodcourt Pasaraya Melawai, Jakarta Selatan melalui dua staf Damayanti, Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini.

Kemudian, anggota Komisi V dari Partai Amanat Nasional (PAN) Andi Taufan Tiro menerima suap secara bertahap, yakni Rp 2 miliar yang dikonversi dalam mata uang dollar Singapura atau sekira 206.718 dollar Singapura; Rp 200 juta pada 12 November; 205.128 dollar Singapura pada 19 November; dan Rp 500 juta pada 1 Desember 2015. Penerimaan uang itu merupakan fee dari program aspirasi Rp 100 miliar untuk pembangunan dan rekonsruksi Jalan Wayabula-Sofi.

Sementara itu, anggota Komisi V fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Musa Zainuddin dinilai terbukti menerima Rp 3,8 miliar dan 328.337 dollar Singapura. Uang itu terkait fee dari program aspirasi senilai Rp 250 miliar.

Dalam putusannya, Amran juga dinilai terbukti memberikan uang suap kepada sejumlah pejabat Kementerian PUPR. Suap tersebut berupa tunjangan hari raya dan dana suksesi pencalonan dirinya sebagai Kepala BPJN IX.

Amran juga terbukti menyuap Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Taufik Widjojono sebesar 10.000 dollar AS. Uang juga diberikan kepada sejumlah direktur dan pejabat di Direktorat Jenderal Bina Marga.

Dalam menjatuhkan hukuman, majelis mempertimbangan hal memberatkan dan meringankan. Untuk hal yang memberatkan, perbuatan Amran dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi dan tidak berterus terang atas perbuatan yang dilakukannya. Sedangkan hal yang meringankan, Amran dinilai sopan selama persidangan, dan belum pernah dihukum.

Vonis itu sendiri lebih ringan dari tuntutan Jaksa KPK. Sebelumnya Amran dintuntut 9 tahun penjara dan membayar denda sejumlah Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa KPK.

"Penjara 6 (enam) tahun denda Rp 800.000.000 subsider 4 (empat) bulan. Vonis dijatuhkan oleh PN Tipikor pada PN Jakpus. Terbukti menerima hadiah atau janji dari Abdul Khoir dan kawan-kawan guna mengupayakan Usulan Program Pembangunan Infrastruktur pada Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Maluku atau Maluku Utara serta menunjuk Abdul Khoir dan Kawan-kawan sebagai pelaksananya," terang Febri.

KEYWORD :

KPK Korupsi Pembangunan Jalan Amran




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :