Sabtu, 27/04/2024 23:08 WIB

Mahfud MD: Demokrasi Membaik, Hukum Tidak

Teori yang menyatakan hukum itu responsif terhadap demokrasi ternyata tidak berlaku bagi Indonesia.

Mahfud MD

Melbourne - Teori yang menyatakan hukum itu responsif terhadap demokrasi ternyata tidak berlaku bagi Indonesia. Indonesia yang diakui dunia semakin demokratis, dan pemilihan umumnya berlangsung relatif luber dan jurdil, ternyata tidak diikuti dengan perkembangan penegakan hukum yang semakin baik.

"Terbukti hukum-hukum tumpul, korupsi meruyak, dan keadilan semakin dipertanyakan," demikian dikemukakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Mahfud MD dalam seminar "Indonesia Update" pada forum Ikatan Keluarga Indonesia Victoria (ikawiria) di kampus Monash University Clayton Melbourne (Minggu, 23/4). Berbicara juga dalam forum yang sama Mantan Ketua Forum Rektor Indonesia Prof Edy Suandi Hamid dan Ketua Lembaga Penjaminan Simpanan Dr Halim Alamsyah.

Situasi yang demikian, kata Mahfud sangat merugikan perkembangan pembangunan Indonesia sekarang ini. Karena pembangunan hukum yang tidak sejalan dengan demokrasi ini berdampak luas pada bidang-bidang lainnya, yang merugikan masyarakat secara keseluruhan.

"Ini bisa jadi karena demokrasi yang terjadi masih bersifat formalistik dan belum substantif. Mungkin karena pendapatan masyarakat kita masih rendah, sehingga demokrasi yang berjalan belum seperti laiknya di negara maju," ujar Mahfud sembari merujuk pada teori yang ada.

Menurut Mahfud sebetulnya pada awal reformasi perkembangan politik-hukum indonesia berlangsung cukup baik. Namun sayangnya itu hanya berlangsung sebentar, kurang dari lima tahun. Setelahnya terjadi pembeloka ke arah oligarkhi, praktik kekuasaan yang hanya ditangan segelintir kelompok, yang prilakunya sangat kasar.

"Yang terjadi kemudian dan sangat transparan, berlangsung politik transaksional antar elit, hukum diperjualbelikan, praktik moneypolitik berkembang luas di ormas dan tingkat massa," kata ketua IKA UII ini.

Dengan situasi seperti ini akibatnya sangat parah. Para pejabat saling menyandera, baik tersandera dosa masa lalu maupun masa kini. Mereka menjadi tidak bisa berbuat banyak karena takut aibnya dibongkar. "Dalam situasi seperti maka tak ada jalan lain, kita memerlukan pemimpin yang tidak tersandera oleh masa lalu. Sehingga punya keberanian untuk melakukan berbagai perombakan dan penegakan hukum yang sangat diperlukan saat ini," tutup Prof Mahfud MD, yang sebelumnya telah melantik pengurus IKA UII Australia.

Sementara Prof Edy Suandi Hamid, ketua umum APTISI mengatakan, dalam konteks ekonomi kita membutuhkan percepatan agar tidak terjebak dalam negara berpendapatan menengah. Potensi Indonesia sangat besar dan seharusnya sudah menjadi negara maju dari dulu. "Untuk itu, di samping membutuhkan penegakan hukum untuk menghapuskan ekonomi biaya tinggi, juga strategi pembangunan yang jelas. Antara lain perlunya percepatan pembangunan infrastruktur btransportasi di seluruh wilayah Indonesia. "Oleh karena itu, saya sangat mendukung visi Presiden Jokowi dalam membangun konektivitas Indonesia," kata Guru Besar Ekonomi UII ini.

Sedangkan Dr Halim Alamsyah, Ketua Dewan Komisaris LPS memberikan kritiknya terhadap pola pikir kebanyakan pengambil kebijakan di tanah air. "Situasi yang ada sudah berubah sangat pesat dan kompleks. Namun sering pola pikir pengambil kebijakan masih tetap seperti dua puluh tahun yang lalu," ujar alumni UII ini.

KEYWORD :

Manfud MD Demokrasi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :