Senin, 29/04/2024 21:54 WIB

Anggota DPR: Ekspor Listrik ke Singapura Sangat Tidak Relevan

Ini langkah yang tidak relevan dalam rangka membangun ketahanan energi nasional, apalagi dikaitkan dengan NDC (national determined contribution) 2030 dan program NZE (net zero emmision). Ini namanya pembangunan yang tidak selaras dengan prioritas kebutuhan bangsa (national interest).

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. Foto: Azka/Man

Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menyoroti rencana Pemerintah melakukan ekspor listrik energi baru terbarukan (EBT) ke Singapura. Kebijakan tersebut dinilai tidak relevan dengan kerangka strategi ketahanan energi nasional.

Mulyanto menilai, saat ini bauran EBT dalam negeri masih jauh dari target. Karena itu sangat aneh bila Pemerintah terburu-buru melakukan ekspor ke negara lain.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga EBT baru mencapai 12,73 gigawatt (GW) atau 15 persen dari total pembangkit sebesar 84,8 GW per semester I tahun 2023. Angka tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan yaitu bauran EBT mencapai 23 persen pada Tahun 2025.

"Ini langkah yang tidak relevan dalam rangka membangun ketahanan energi nasional, apalagi dikaitkan dengan NDC (national determined contribution) 2030 dan program NZE (net zero emmision). Ini namanya pembangunan yang tidak selaras dengan prioritas kebutuhan bangsa (national interest). Sekedar memanfaatkan sumber kekayaan alam yang ada di Indonesia untuk kepentingan negara lain," kata Mulyanto dalam keterangan resminya, Selasa (8/8).

Menurut dia, Pemerintah harus bisa memprioritaskan kepentingan nasional daripada kepentingan negara lain. Pemerintah jangan malah senang dimanfaatkan oleh pihak tertentu yang ingin menjadikan Indonesia sebagai penyedia kebutuhan EBT negara lain.

"Ini kan mirip-mirip dengan kasus ekspor pasir laut ke Singapura," ujar Mulyanto.

Menurut dia, seharusnya pembangunan EBT diarahkan dan diprioritaskan untuk fokus memenuhi kebutuhan nasional domestik lebih dulu. Bukan diorientasikan pada kebutuhan bangsa lain.

"Saat capaian EBT kita masih kedodoran baik dibandingkan dengan target nasional, maupun dengan negara serumpun, seharusnya kita fokus pada pencapaian target-target ini. Bukan memikirkan kebutuhan negara lain," jelasnya.

Seperti diketahui Indonesia saat ini masih tertinggal dalam penyediaan EBT di kawasan ASEAN. Vietnam, Kamboja dan Thailand yang lebih unggul dalam penyediaan energi bersih dengan kapasitas terpasang energi terbarukan masing-masing sebesar 55,8 persen, 54,8 persen, dan 30,3 persen, sementara Indonesia berada di angka 14,8 persen (ASEAN Power Updates, 2021).

Sebelumnya dikabarkan Perusahaan EBT berbasis di Singapura, Vena Energy menargetkan dapat mengekspor listrik lintas negara atau cross border sebesar 2,5 terawatt hour (TWh) lewat investasi anyar pabrik panel surya dan sistem penyimpanan baterai terintegrasi di Batam. 

Proyek ini memiliki kapasitas lebih dari 2 GW tenaga surya dan sistem penyimpanan energi baterai yang berpotensi menampung lebih dari 8 GWh energi bersih.

"Untuk kebutuhan sendiri saja kurang, kok malah berpikir ekspor. Ini namanya salfok. Salah fokus," demikian kata Mulyanto.

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi VII PKS Mulyanto ekspor listrik Singapura EBT




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :