Kamis, 09/05/2024 09:36 WIB

Cegah Pernikahan Dini, Risiko dan Solusinya

Pernikahan dini bagi kaum perempuan memiliki risiko saat akan mengandung dan melahirkan. Secara anatomi tulang remaja masih terus tumbuh hingga usia 20 tahun.

Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo. (Foto: BKKBN)

JAKARTA, Jurnas.com - Walau sudah ada Undang-undang nomor 16 tahun 2019 yang mengatur batas minimal perkawinan usia 19 tahun, namun masih saja kasus pernikahan dini di Indonesia tidak bisa terbendung.

Badan Pusat Statistik (BPS) pernah menyebutkan, ada penurunan kasus tersebut pada tahun 2019 dan 2020 dari 10,82 persen menjadi 10,18 persen. Ironinya, angka itu tidak terpengaruh dengan peringkat Indonesia yang disebut berada di peringkat kedua di Asia Tenggara kasus pernikahan dini setelah Kamboja.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga pernah melansir sekitar 50 ribu anak Indonesia menikah dini akibat hamil di luar nikah. Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo mengatakan, tingginya angka tersebut karena rendahnya pendidikan atau pengetahuan remaja terhadap dampak dari menikah dini. Padahal sangat penting pendidikan seksual agar bisa menghindari bahaya-bahaya seks usia dini.

Padahal, kata Hasto, pendidikan seks dan dampaknya selayaknya diberikan pemahaman sejak usia dini. Tujuannya agar remaja paham akan kesehatan reproduksi dan menjauhi seks bebas yang punya resiko bahaya kesehatan hingga kematian.

"Sebagian masyarakat masih menganggap pendidikan seksual sebagai hal tabu. Beranggapan pendidikan seksual tidak seharusnya diajarkan kepada anak-anak. Padahal, pendidikan seksual adalah kunci menekan kasus anak hamil di luar nikah," ujar Hasto.

Dampak Pernikahan Dini

Dijelaskan Hasto yang juga dokter kandungan, pernikahan dini bagi kaum perempuan memiliki risiko saat akan mengandung dan melahirkan. Secara anatomi tulang remaja masih terus tumbuh hingga usia 20 tahun.

Namun karena adanya pernikahan dini dan hamil di usia 16-18 tahun, Hasto mengatakan, membuat pertumbuhan tulang berhenti sehingga tulang remaja perempuan tersebut keropos atau osteoporosis.

"Jika perempuan hamil terlalu muda, maka tulangnya tidak kuat dan cenderung pendek dan kemudian keropos. Tentu bayinya tidak sehat atau stunting. Nah ini jangan hamil di usia yang terlalu muda karena pertumbuhan masih terjadi, bayi yang di dalamnya mengambil kalsium ibunya," kata Hasto.

Sehingga, kata Hasto, pentingnya pengetahuan prakonsepsi di kalangan remaja. Sebab sumber daya manusia (SDM) unggul lahir dari orangtua yang merencanakan dengan baik kehamilannya hingga anak tersebut lahir.

Bahaya lainnya pernikahan usia dini juga berpotensi bayi yang dilahirkan mengalami kekerdilan (stunting). Organ reproduksi anak perempuan yang menikah pada usia 16-17 tahun, belum cukup matang untuk mendukung pertumbuhan janin yang optimal karena panggul yang memiliki ukuran kurang dari 10 sentimeter dan membahayakan proses melahirkan.

Dengan ukuran panggul yang masih sangat sempit tersebut, proses melahirkan dapat terganggu. Anak perempuan itu juga dapat terkena kanker mulut rahim (serviks) dan jalan lahir (perineum dan vagina) mengalami robek sehingga terjadi pendarahan.

Tak ayal, kata Hasto, penyakit preeklamsia atau peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba yang bisa mengakibatkan komplikasi serius, kaki bengkak, kejang saat persalinan banyak terjadi pada perempuan melahirkan yang usianya di bawah 20 tahun.

"Sangat penting untuk mencegah terjadinya pernikahan dini dan mencegah risiko lahirnya bayi stunting. Pendidikan kesehatan reproduksi ini adalah pembelajaran tentang seks. Bukan pembelajaran hubungan seks," kata Hasto.

Pendidikan Seks Usia Dini

Tidak ada salahnya memberikan pemahaman kepada anak-anak sejak usia balita. Berikan pemahaman secara sederhana tentang pentingnya menjaga organ vital dari orang lain hingga mencapai usia maksimal.

Tanamkan rasa malu pada anak agar tidak terlihat menonjol lekuk tubuhnya di muka umum. Maka kenakan pakaian tertutup. Jika ada indikasi rasa penasaran anak kepada organ tubuhnya, berikan bimbingan dan pemahaman agar tidak berulang.

Jika pada masanya pubertas, anak perlu dibimbing orang tua. Karena pada masa-masa menuju fase remaja, perubahan fisik dan hormonal terus bertambah. Fase inilah, orang tua harus terus berkomunikasi secara dua arah agar anak kita merasa terlindungi. Sehingga bisa menghindari prilaku dan pergaulan buruk.

Kenapa Pernikahan Dini Harus Diatur?

Pernikahan di bawah umur masih sering terjadi di Indonesia. Selama 2022, terdapat 51.031 pernikahan dini yang mendapat dispensasi kawin (diska) dari Pengadilan Agama (PA).

Pada tahun sebelumnya, ada 63.361 permohonan diska yang masuk ke pengadilan tinggi agama (PTA) di seluruh wilayah Indonesia.

Selama dua tahun terakhir itu, PTA Surabaya, Semarang, dan Bandung masih jadi PTA terbanyak yang menerima pengajuan diska.

Permohonan diska itu tidak serta-merta diberikan. Hakim harus mendapat bukti akurat terkait alasan mengapa dispensasi harus diberikan. Mulai dari rujukan dari rumah sakit umum daerah (RSUD)/RS setempat terkait kondisi fisik, psikologis, hingga sosiologis calon pengantin.

Kebanyakan pengajuan Diska karena anak perempuannya telanjur hamil. Inilah masalah utama karena minimnya pengawasan dan pola pengasuhan dari keluarga, pergaulan anak yang semakin bebas, hingga akses informasi.

Alasan lainnya orang tua menikahnya anaknya yang belum waktu usianya, anak sudah berhubungan seksual, anak dan pasangannya sudah saling mencintai, serta anggapan orang tua bahwa anak berisiko melanggar norma agama dan sosial, atau untuk menghindari zina.

Hasto mengatakan, padahal negara mengatur batas usia nikah, selain melindungi kesehatan juga dampak sosial lingkungan serta lainnya. Misalnya, Rentannya putus sekolah, Kemiskinan, Tingginya penularan penyakit seksual.

"Tidak hanya itu, juga rentannya perceraian, rentannya kekerasan di dalam rumah tangga, rentannya keguguran, rentannya kematian pada ibu muda dan bayi, rentannya stunting pada bayi yang dikandung ibu muda, rentan depresi, trauma, dan stress pada pasangan," ujarnya. (Adv)

KEYWORD :

Kekerasan dalam Rumah Tangga Stunting Pernikahan Dini Kepala BKKBN Hasto Wardoyo




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :