Minggu, 12/05/2024 07:53 WIB

Adik Ipar Jokowi Diduga Turut Membantu Hapus Pajak PT EPE

KPK akan menindaklanjuti setiap fakta sidang Rajamohanan yang berkembang. Arif sendiri bakal menjadi salah satu pihak yang akan diperiksa di persidangan.

Arif Budi Sulistyo (foto: Barecore)

Jakarta - Country Director PT Eka Prima Ekspor Indonesia, Ramapanicker Rajamohanan mengaku pernah meminta bantuan Arif Budi Sulistyo terkait persoalan pajak perusahannya. Salah satunya terkait dengan pembuatan surat aduan permasalahan pajak.

"Sebenarnya saya ‎minta bantuan beliau untuk bikin aduan," ucap Rajamohanan di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/2/2017).

Rajamohanan sendiri mengaku telah berteman lama dengan Arif yang merupakan adik ipar Presiden Joko Widodo sekaligus Direktur Operasional PT Rakabu Sejahtera itu. Dia tak menampik pernah menjalin bisnis dengan Arif.

"Arif teman saya. Sudah hampir 10 tahun. Beliau bisnis furniture, saya pernah ‎beli furniture dari beliau. Itu hubungan dengan Arif. Iya (saya) pernah beli furniture saja dari beliau," kata Rajamohanan.

KPK sebelumnya membuka sosok Arif Budi Sulistyo dalam kasus suap pengurusan pajak PT PT Eka Prima Ekspor Indonesia. Direktur Operasional PT Rakabu Sejahtera yang juga adik ipar Jokowi itu ternyata rekan bisnis terdakwa Rajamohanan.

"Benar yang bersangkutan (Arif Budi Sulistyo) kapasitas rekan bisnis (Ramapanicker Rajamohanan)," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jakarta, Kamis (16/2/2017).

Dalam dakwaan Jaksa berdasarkan bukti-bukti yang didapat KPK, Arif dan sejumlah pihak lain diduga turut membantu terdakwa Rajamohanan melakukan praktek suap tersebut. Cikal bakal dugaan suap itu berawal dari hubungan bisnis Arif dan Rajamohanan.

Febri menjawab diplomatis saat disinggung mengenai hal itu. Meski demikian, lembaga antirasuah tak akan membiarkan setiap fakta yang berkembang. KPK akan terus mencermati sidang Rajamohanan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

‎"Tentu saja kami akan buktikan di persidangan. Uraian peristiwa akan kita uraikan satu persatu," kata Febri.

KPK akan menindaklanjuti setiap fakta sidang Rajamohanan yang berkembang. Arif sendiri bakal menjadi salah satu pihak yang akan diperiksa di persidangan.

Tak hanya itu, KPK juga akan membuktikan dugaan kongkalikong Arif dengan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi dan Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta, khususnya Muhammad Haniv terkait upaya menghapus kewajiban pajak perusahaan yang terafiliasi dengan Lulu Group tersebut. Pun termasuk soal sejumlah pertemuan-pertemuan dan komunikasi yang terjadi.

"KPK bekerja memutuhkan waktu dan prudent, sehingga untuk pengembangan perkara masih perlu dilakukan," tandas Febri.

Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi dan Arif Budi Sulistyo disinyalir turut berandil dalam kasus dugaan suap terkait penghapusan pajak PT Eka Prima Ekspor Indonesia senilai puluhan miliar rupiah. Andil itu tak luput dari campur tangan anak buah Ken, Handang Soekarno selaku Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Hal itu mengemuka dalam surat dakwaan terdakwa Country Director PT Eka Prima Ekspor Indonesia, Ramapanicker Rajamohanan yang dibacakan jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/2/2014). Dalam surat dakwaan jaksa, terungkap bahwa Ken dan Arif pernah melakukan pertemuan di Kantor Ditjen Pajak pada 23 September 2016.

Pertemuan itu sendiri datang dari Arif yang disampaikan kepada Handang melalui temannya sekaligus Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Muhammad Haniv. Handang kemudian mengabulkan permintaan Arif yang juga kenal dengan Rajamohanan.

"Pada tanggal 22 September 2016, Muhammad Haniv bertemu dengan Handang Soekarno kemudian Muhammad Haniv menyampaikan keinginan Arif Budi Sulistyo supaya dipertemukan
dengan Ken Dwijugiasteadi selaku Direktur Jenderal Pajak. Keesokan harinya tanggal 23 September 2016 Handang Soekarno mempertemukan Arif Budi Sulistyo dengan Ken Dwijugiasteadi di Lantai 5 Gedung Dirjen Pajak," ungkap jaksa KPK.

Pertemuan itu berbuntut keputusan yang menguntungkan perusahaan Rajamohanan. Yakni, penghapusan tunggakan kewajiban pajak PT Eka Prima Ekspor Indonesia senilai Rp 52,3 miliar untuk masa pajak Desember 2014, dan Rp 26,4 miliar untuk masa pajak Desember 2015. Sebelum diterbitkannya surat keputusan itu, perusahaan Rajamohanan yang terafiliasi dalam Lulu Group itu memang menghadapi persoalan pajak. Diantaranya terkait restitusi pajak sebesar Rp 3,5 miliar pada periode Januari 2012-Desember 2014.

Kemudian permohonan atas restitusi itu diajukan pada 26 Agustus 2015 ke KPP PMA Enam. Akan tetapi, permohonan restitusi itu ditolak lantaran PT EKP ternyata memiliki tunggakan pajak sebesar Rp 52,3 miliar untuk masa pajak Desember 2014, dan Rp 26,4 miliar untuk masa pajak Desember 2015. Tunggakan itu sebagaimana tercantum dalam surat tagihan pajak dan pertambahan nilai (STP PPN) tanggal 6 September 2016.

Selain itu, KPP PMA Enam juga mengeluarkan surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) PT EKP. Dasar pencabut itu ditenggarai lantaran PT EKP tidak menggunakan PKP sesuai ketentuan. "Sehingga ada indikasi restitusi yang diajukan tidak sebagaimana semestinya," ujar jaksa.

Atas persoalan itu, Rajamohanan lantas meminta bantuan Muhammad Haniv selaku Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus agar membatalkan tunggakan STP PPN tersebut. Kepada Rajamohanan, Haniv menyarankan agar PT EKP membuat surat pengaktifan PKP ke KPP PMA Enam.

Nah setelah pertemuan di Lantai 5 Gedung Ditjen Pajak itu, Haniv memerintahkan Kepala KPP PMA Enam Johnny Sirait agar membatalkan surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) PT EKP. Diduga, titah tersebut  merupakan arahan dari Ken.

Terkait upaya penghapusan pajak PT EKP,  Rajamohanan menjanjikan Handang uang senilai Rp 6 miliar. Namun, saat baru terjadi penyerahan pertama sebesar Rp 1,9 miliar yang kemudian ditukarkan menjadi USD 148.500, Handang dan Rajamohanan ditangkap oleh petugas KPK.

Jaksa menyebut, pemberian uang sebesar Rp 6 miliar itu tidak hanya untuk Handang. Sebagian uang, kata Jaksa, diperuntukan buat Muhammad Haniv.

"Terdakwa menegaskan bahwa uang yang akan diserahkan terdakwa sebesar Rp 6 miliar, sudah termasuk untuk Muhammad Haniv," tandas jaksa

KEYWORD :

Suap Pajak Arif Budi Sulistyo Jokowi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :