Senin, 06/05/2024 23:11 WIB

Ketum PBNU: Pemenang Pilkada Harus Junjung Tinggi Kedaulatan Rakyat

Ketum PBNU KH Said Aqil Sirodj mengatakan, tidak benar bahwa ber-Islam itu harus sambil menafikkan Indonesia dan seluruh kelengkapan kenegaraan dan pemerintahannya.

KH Said Aqil Sirodj/antara

Jakarta - Ketua Umum Pengurus Bedsar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Sirodj mengatakan, tidak benar bahwa ber-Islam itu harus sambil menafikkan Indonesia dan seluruh kelengkapan kenegaraan dan pemerintahannya.

Ia mengakui bahwa memang ada ormas-ormas yang tidak setuju dengan empar pilar bangsa (Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945) "Tentang ini, di mana-mana saya katakan bahwa empat pilar itu kalau disingkat PBNU. Bagi yang tidak setuju dengan itu, saya himbau untuk jangan berhenti ngaji, jangan berhenti belajar. Kalau tetap ngotot ya cari negara atau planet lain. Jangan di Indonesia," tegas Kang Said dalam keterangan tertulis yang diterima jurnas.com, Minggu (12/2/2017).

Terkait Pilpres, Pilleg, dan Pilkada, Kang Said sebagai Ketua Umum PBNU menyampaikan beberapa hal:

Pertama, akan aktif menggalang dukungan warga NU untuk aktif menggunakan hak pilihnya secara bertanggungjawab. Ciri-ciri menggunakan hak pilih yang bertanggungjawab adalah informasi, pakai perenungan, dan terus berdoa agar Indonesia dikarunia pemimpin yang tidak dzalim.

Keuda, lanjut Kang Said, siapa pun yang nantinya terpilih harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Ini soal amanah yang tidak mudah. Karena itu lah, maka tidak hanya NU tapi semua orang Indonesia harus mengawal dan mengawasi pemerintahan terpilih.

"Doa orang NU di bilik suara itu berbunyi, Ya Allah ya Tuhan kami, jangan kuasakan atas kami -karena kesalahan-kesalahan kami- penguasa yang tak takut kepadaMu dan tak berbelas kasih kepada kami)," jelasnya.

Menurut Kang Said, sekarang ada perubahan one man one vote menjadi one envelope-one vote. Maka dari itu, kata `sebab kesalahan kami` dalam doa orang NU Di bilik suara menjadi sangat penting dari sudut pandang pemilih.

"Logikanya, pemilih yang ngawur kan memilih pemimpin yang keliru. Karena itulah, sejak sebelum, ketika, dan sesudah mencoblos, setiap pemilih harus menilai tinggi-tingi suara pribadinya itu. Saya bilang, yang penting bukan saat mencoblos saja, tapi juga hari-hari panjang sesudahnya," tegas Kang Said.

"Kalau perbedaan pendapat itu biasa, itu memang biasa dan perlu, karena perbedaan pendapat itu yang membuat kita cerdas dan kritis. Tapi tidak boleh kemudian saling menjatuhkan apalagi fitnah.

"Namun tidak sedikit orang luar atau pengamat yang tidak memahami disiplin pemikiran pesantren tidak jarang berlebihdan melihat perbedaan pendapat di tubuh BU," ujar Kang Said.

KEYWORD :

PBNU Pilkada




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :