Minggu, 28/04/2024 03:07 WIB

Pengacara Teddy Minahasa Ungkap Fakta Baru: Bukti Chat hingga Salah Ketik

Berdasarkan keterangan ahli digital forensik Polda Metro Jaya, Rukit Kuswinoto bahwa bukti sampel percakapan antara Teddy dengan Dody Prawiranegara ditentukan berdasarkan koordinasi dengan penyidik

Terdakwa Irjen Pol Teddy Minahasa dalam kasus peredaran sabu. (Foto: Jurnas/Ist).

Jakarta, Jurnas.com - Pengacara Teddy Minahasa, Anthony Djono mengungkapkan fakta baru dalam kasus peredaran narkoba yang menjerat kliennya.

Dia menyebut, berdasarkan keterangan ahli digital forensik Polda Metro Jaya, Rukit Kuswinoto bahwa bukti sampel percakapan antara Teddy dengan terdakwa Dody Prawiranegara ditentukan berdasarkan koordinasi dengan penyidik.

"Saya bertanya kepada ahli digital forensik dari polda (Polda Metro Jaya), bagaimana cara saudara menentukan sampel pembicaraan itu? Jawabannya sangat mengejutkan kita. Jadi ternyata sample ditentukan berdasarkan koordinasi dengan penyidik," kata Anthony Djono dikutip Minggu (14/5). 

Djono ungkapkan bahwa hal tersebut diakui sendiri oleh Rujit Kuswinoto yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum di persidangan. Djono menilai, artinya bukti itu bukan hasil forensik digital yang sesuai dengan UU ITE.   

"Ini kan pembicaraan panjang dari beberapa bulan, bagaimana anda menentukan yang diambil bulan ini sampai ini, yang kebelakang gak dimasukkan. Apa pertimbangan anda memilih itu? Awalnya masih berkelit, saya kejar terus, sampai terakhir dijawab, `oia itu hasil koordinasi dengan penyidik`," jelas Djono.

"Saya gak bisa membayangkan ketika penyidik itu memilih tutup mata, pasti dia baca dong, mana yang menguntungkan penyidikan dia," imbuhnya.

Fakta lainnya adalah laporan digital forensik yang diketik manual dan terdapat banyak kesalahan ketik di bagian penulisan tanggal.

"Pengakuan digital forensik polda yang dihadirkan penuntut umum, laporannya itu diketik secara manual. Kalau manual berarti berpotensi salah ketik, ternyata banyak yang kita temukan tanggal salah, ada yang terbalik. Harusnya kan tanggal itu dari yang muda ke tua, atau tua ke muda. Ini bisa acak, kita temukan itu. Terus nomor HP bisa salah, yang untuk menentukan ini nomor terdakwa atau bukan, itu salah ketik, "tutur Djono. 

"Kalau ini sudah bicara dua kesalahan, artinya potensi chat itu juga besar kesalahannya. Jadi gak bisa jadi alat bukti, gak bisa jadi barang bukti," sambungnya. 

Mengutip pendapat saksi ahli digital forensik, Djono mengatakan bahwa bukti percakapan yang dihadirkan JPU di persidangan tidak bisa dijadikan alat bukti yang sah karena cacat. Seharusnya bukti percakapan disajikan utuh berdasarkan hasil forensik digital.

Namun nyatanya dari 979 percakapan yang dihadirkan dari pemeriksaan labfor itu hanya kurang dari 10 persen, yakni hanya 88 chat yang dihadirkan JPU di persidangan. Menurut ahli pembicaraan yang tidak sampai 10 persen tidak bisa mencerminkan konteks yang begitu banyak.

"Yang menarik lagi adalah bukti chat, bukti chat itu kan hasil digital forensik. kita sudah hadirkan ahli digital forensik ke pengadilan yg mana menyatakan bahwasanya laporan digital forensiknya adalah cacat," ujarnya.

"Kenapa cacat? Digital forensik itu kalau sesuai pasal 6 UU ITE itu seharusnya dihadirkannya utuh pak, tak boleh dipilih-pilih, gak boleh ini chat yang kemaun penyidik dimasukkan, yang bukan kemauan penyidik tidak dimasukkan. Nah itu salah kaidah digital forensik. Tujuannya adalah lengkap supaya utuh," sambungnya.

Diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) memvonis mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa dengan hukuman penjara seumur hidup. 

Hakim menilai menilai Teddy telah terbukti melakukan tindak pidana menawarkan untuk dijual, menjual, menjadi perantara dalam jual beli, menukar dan menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari 5 gram.

Teddy dinilai terbukti melanggar Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun Vonis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU)  yang meminta agar Teddy Minahasa divonis hukuman mati.

KEYWORD :

Teddy Minahasa Kapolda Jawa Timur Polri Narkoba Polda Metro Jaya




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :