Selasa, 30/04/2024 00:47 WIB

Bunga Pinjaman Proyek Kereta Cepat Bengkak, Legislator PKS: Pemerintah Gagal, Negara Dirugikan!

Kita kecewa terhadap Pemerintah yang gagal menegosiasi bunga pinjaman ini. Otomatis negara menjadi dirugikan karena kerjasama proyek kereta cepat dengan kontraktor China tersebut pada akhirnya jadi lebih mahal daripada penawaran Jepang.

Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama. (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi V DPR RI, Suryadi Jaya Purnama menyoroti kegagalan pemerintah dalam negosiasi dengan China Development Bank (CDB) untuk menentukan suku bunga pinjaman Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

Politikus PKS ini mengatakan, bunga pinjaman 3,4 persen yang diberikan oleh CDB terlalu besar apabila dibandingkan dengan Jepang yang dahulu menawarkan sebesar 0,1 persen dengan biaya proyek lebih murah.

“Kita kecewa terhadap Pemerintah yang gagal menegosiasi bunga pinjaman ini. Otomatis negara menjadi dirugikan karena kerjasama proyek kereta cepat dengan kontraktor China tersebut pada akhirnya jadi lebih mahal daripada penawaran Jepang,” kata Suryadi Jaya Purnama dalam pesan elektronik yang dikirimkan ke Jurnas.com, Selasa (11/4).

Legislator Dapil NTB II ini menilai, kerugian tersebut terjadi karena sejak awal Pemerintah lalai dan tidak teliti dalam melaksanakan proyek kereta cepat. Hal ini dapat disimpulkan dari fakta bahwa ternyata pembengkakan biaya proyek paling besar terjadi pada pekerjaan tanah dasar (subgrade) dan terowongan (tunnel) sepanjang 4,6 kilometer (km) yang mengalami tantangan konstruksi, di mana hal ini tentu tidak perlu terjadi apabila sudah dilakukan survey dengan baik sebelumnya.

Selain itu, dilanjutkan Suryadi Jaya Purnama, China juga tidak menghitung biaya investasi persinyalan GSM-R 900 megahertz (mhz) serta sejumlah biaya proyek lainnya yang ternyata belum masuk ke perhitungan awal nilai proyek sekitar US$6 miliar yang meliputi penyediaan listrik oleh PLN, integrasi dengan Stasiun Halim LRT Jabodebek, relokasi dari Stasiun Walini ke Padalarang, pengadaan lahan, hingga eskalasi terkait dengan inflasi dan kenaikan UMR (upah minimum regional).

“Jika Pemerintah teliti membaca proposal dari Cina tersebut, seharusnya biaya-biaya yang belum masuk dalam perhitungan ini sudah diketahui sejak awal. Belum lagi dengan adanya potensi kerugian kereta cepat akibat perbedaan studi kelayakan pada tahun 2017, dimana jumlah penumpang awalnya diperkirakan mencapai 61 ribu orang per hari,” terangnya.

Oleh sebab itu, Suryadi tegaskan harus ada pihak yang bertanggung jawab atas kerugian ini. Sebab akibat dari kelalaian dan ketidaktelitian ini maka konsorsium BUMN yang menjadi pemilik proyek kereta cepat ini harus menanggung utang dengan bunga yang tinggi.

“Kami khawatir harus ada lagi suntikan dana PMN (penyertaan modal negara) yang diambil dari APBN untuk konsorsium BUMN. Apalagi saat ini masalah penjaminan proyek masih menjadi bahan negosiasi dengan Cina. Jika Pemerintah kalah lagi dalam negosiasi terkait penjaminan ini, maka rakyat lagi yang akan dirugikan,” tegasnya.

Suryadi mengungkit bagaimana kasus proyek Hambalang yang anggarannya membengkak dari semula Rp125 miliar menjadi Rp2,5 triliun yang akhirnya menyeret Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) ke penjara. Hal ini karena dinyatakan terbukti menyalahgunakan wewenang sehingga menguntungkan diri sendiri dengan melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

“Pembengkakan anggaran proyek KCJB ini pasti ada yang bertanggung jawab menanggung kesalahannya, dan jika ditemukan adanya unsur penyalahgunaan wewenang sehingga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, maka ia harus juga bertanggung jawab,” tandasnya.

Untuk diketahui, Pemerintah Indonesia masih terus mengupayakan negosiasi dengan ChinaDevelopment Bank (CDB) untuk menentukan suku bunga pinjaman Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Dari negosiasi terakhir yang dilakukan, bunga pinjaman tersebut dikenakan sebesar 3,4 persen.

Bunga pinjaman tersebut menurun dibandingkan sebelumnya 4 persen. Namun, angka ini masih tak sesuai dengan harapan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan yang menginginkan 2 persen. Luhut pun memastikan akan kembali melobi CDB.

"Kemarin dia sudah mau turun dari 4 persen tapi angkanya kita mau lebih rendah lagi. Offerpertama 3,4 dari 4 (persen), tapi kita masih ingin lebih rendah lagi kalau bisa," kata Luhut saat konpers di Kantor Kemenko Marves, Senin (10/4).

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi V PKS Suryadi Jaya Purnama kereta cepat bunga pinjaman China




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :