Rabu, 22/05/2024 09:58 WIB

Israel dan Palestina Sepakat Cegah Kekerasan

Kedua belah pihak akan bekerja sama mencegah kekerasan lebih lanjut dan menegaskan kembali perlunya melakukan de-eskalasi di lapangan.

Asap dari api memenuhi udara saat warga Palestina bentrok dengan pasukan Israel di kota Nablus, Tepi Barat pada hari Rabu, 22 Februari [File: Majdi Mohammed/AP)

JAKARTA, Jurnas.com - Pejabat Israel dan Palestina telah berjanji untuk menerapkan langkah-langkah untuk mengurangi kekerasan yang melonjak setelah pembicaraan di Yordania.

Dalam pernyataan bersama di akhir pertemuan di resor Laut Merah Aqaba pada Minggu, pejabat Israel dan Palestina mengatakan, mereka akan bekerja sama mencegah kekerasan lebih lanjut dan menegaskan kembali perlunya melakukan de-eskalasi di lapangan.

"Israel berkomitmen untuk berhenti membahas pendirian unit pemukiman baru selama empat bulan dan berhenti menyetujui pemukiman baru selama enam bulan," kata pernyataan bersama.

"Setelah diskusi menyeluruh dan jujur, pihak Palestina dan Israel menegaskan kembali perlunya berkomitmen untuk mengurangi eskalasi di lapangan dan untuk mencegah kekerasan lebih lanjut," sambung pernyataan bersama itu.

Pernyataan bersama tersebut dikeluarkan pada akhir pertemuan yang juga dihadiri pejabat Amerika Serikat (AS), Mesir, dan Yordania di tengah meningkatnya kekhawatiran atas meningkatnya kekerasan menjelang Ramadan yang dimulai pada akhir Maret.

Pernayataan bersama itu mengatakan, Israel dan otoritas Palestina menekankan kesiapan dan komitmen bersama untuk segera menghentikan langkah-langkah sepihak selama tiga hingga enam bulan.

"Negara tuan rumah Yordania, bersama dengan Mesir dan AS, menganggap pemahaman ini sebagai kemajuan besar menuju pembangunan kembali dan memperdalam hubungan antara kedua belah pihak," kata pernyataan itu.

Kedua belah pihak juga sepakat bertemu lagi bulan depan di Sharm el-Sheikh di Eqypt.

Kelompok Hamas, yang memerintah Jalur Gaza yang terkepung, mengutuk Otoritas Palestina yang berbasis di Tepi Barat karena ikut ambil bagian. Seorang pejabat dari kelompok itu mengatakan pertemuan itu tidak berharga dan tidak akan mengubah apa pun.

Gerakan Fatah yang berkuasa dari Presiden Palestina Mahmoud Abbas sebelumnya membela pertemuan itu

"Keputusan untuk mengambil bagian dalam pertemuan Aqaba meskipun rasa sakit dan pembantaian yang dialami rakyat Palestina berasal dari keinginan untuk mengakhiri pertumpahan darah," katanya di Twitter.

Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich, yang juga bertanggung jawab atas permukiman Israel di Tepi Barat, dengan cepat mengatakan dia tidak akan mematuhi kesepakatan apa pun tentang pembekuan pembangunan permukiman.

"Saya tidak tahu apa yang mereka bicarakan atau tidak di Yordania," tulis Smotrich di Twitter. "Tapi satu hal yang saya tahu: tidak akan ada pembekuan pembangunan dan pembangunan permukiman, bahkan untuk satu hari pun (itu di bawah wewenang saya)."

 

Dua orang Israel tewas

Pembicaraan diadakan pada hari yang sama ketika dua orang Israel ditembak dan dibunuh di Tepi Barat yang diduduki dalam apa yang oleh pemerintah Israel disebut sebagai "serangan teror Palestina".

Penembakan fatal itu terjadi beberapa hari setelah pasukan Israel melancarkan serangan paling mematikan di Tepi Barat dalam hampir 20 tahun, yang menewaskan 11 warga Palestina di kota utara Nablus.

Kembalinya Perdana Menteri Benjamin Netanyahu ke tampuk kekuasaan sebagai pemimpin salah satu koalisi paling kanan dalam sejarah Israel telah menambah kekhawatiran Arab tentang eskalasi.

Israel pada 12 Februari memberikan otorisasi retroaktif kepada sembilan pos terdepan pemukim Yahudi di Tepi Barat yang diduduki dan mengumumkan pembangunan massal rumah baru di dalam permukiman yang sudah mapan.

Dewan Keamanan PBB mengeluarkan pernyataan resmi yang mengecam rencana Israel untuk memperluas permukiman di wilayah Palestina yang diduduki – tindakan pertama semacam itu terhadap Israel dalam enam tahun.

Tepi Barat yang diduduki adalah rumah bagi sekitar 2,9 juta warga Palestina ditambah sekitar 475.000 warga Israel yang tinggal di permukiman yang disetujui negara yang dianggap ilegal menurut hukum internasional.

Pasukan Israel telah membunuh 65 warga Palestina, termasuk 13 anak-anak, sepanjang tahun ini. Mereka juga telah melukai ratusan lainnya, menjadikan dua bulan pertama tahun 2023 sebagai yang paling mematikan bagi warga Palestina dibandingkan dengan periode yang sama sejak tahun 2000.

Sebelas warga sipil Israel, termasuk tiga anak, seorang petugas polisi dan satu warga sipil Ukraina telah tewas selama periode yang sama, menurut kantor berita AFP.

Sumber: Al Jazeera

KEYWORD :

Konflik Israel Palestina




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :