Sabtu, 04/05/2024 04:32 WIB

Legislator PKS: Kenaikan Tarif KRL Akan Memperberat Beban Masyarakat

Tarif dasar KRL Commuter Line belum saatnya dinaikkan. Pengguna jasa KRL banyak yang menolak kenaikan tarif ini dan meminta agar kenaikan itu dikaji ulang. Tentunya kenaikan tarif ini akan memperberat beban masyarakat.

Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama. (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi V DPR RI, Suryadi Jaya Purnama meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kenaikan tarif kereta rangkaian listrik (KRL) commuter line Jabodetabek yang direncanakan berlangsung tahun 2023 mendatang.

Menurut dia, kenaikan tarif KRL dirasa kurang tepat di tengah perjuangan masyarakat untuk bangkit dari pandemi Covid-19. Terlebih, Presiden RI sempat mengatakan bahwa di 2023 mendatang juga diprediksi akan terjadi krisis.

“Tarif dasar KRL Commuter Line belum saatnya dinaikkan. Pengguna jasa KRL banyak yang menolak kenaikan tarif ini dan meminta agar kenaikan itu dikaji ulang. Tentunya kenaikan tarif ini akan memperberat beban masyarakat,” kata Suryadi kepada Jurnas.com, Jumat (16/12).

Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub mengusulkan tarif dasar KRL Commuter Line naik Rp2.000 dari Rp3.000 menjadi Rp5.000 untuk jarak 25 kilometer (km) pertama.

Sementara itu, untuk tarif lanjutan KRL 10 km berikutnya tetap Rp1.000 atau tidak ada kenaikan. Wacana ini dilontarkan dengan alasan penyesuaian tarif KRL karena belum pernah naik sejak 2015.

Kembali ke Suryadi Jaya Purnama. Politikus PKS ini menegaskan, rencana kenaikan tarif KRL ini sangat bertolak belakang dengan jumlah penduduk miskin yang tercatat oleh BPS pada Maret 2022 masih sangat tinggi, yaitu mencapai 26,16 juta orang atau 9,54 persen dari total penduduk Indonesia.

“Selain itu inflasi yang terjadi secara global turut mengkerek naiknya harga bahan-bahan pokok kebutuhan masyarakat. Tentu kenaikan tarif ini akan sangat menambah beban berat masyarakat,” tegasnya.

Legislator Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) II ini menilai, kenaikan tarif belum patut dilakukan lantaran KRL commuter line dirasa masih cukup dalam segi keuntungan. Mereka masih mengalami overload di jam-jam sibuk, sehingga bisa mengambil keuntungan yang cukup besar tanpa perlu menaikkan tarif KRL.

“Sedangkan dari sisi keuangan saya mencatat bahwa Kemenhub menggelontorkan Rp3,2 triliun lebih untuk mensubsidi pengguna kereta api pada tahun 2022. Belum lagi PMN juga telah diberikan pada PT KAI sebesar Rp 6,9 triliun pada akhir 2021 dan kemudian memberikan lagi PMN sebesar Rp 3,2 triliun di 2022,” urai dia.

“Seharusnya PT Kereta Commuter Indonesia sebagai salah satu anak perusahaan di lingkungan PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang mengelola KA Commuter Jabodetabek dan sekitarnya turut mendapatkan manfaat dari besarnya dana yang diberikan oleh Pemerintah kepada PT KAI. Dengan berbagai fakta di atas kita perlu menolak rencana kenaikan tarif dasar KRL menjadi Rp 5.000,- karena sangat memberatkan masyarakat,” imbuh Suryadi Jaya Purnama.

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi V PKS Suryadi Jaya Purnama kenaikan tarif KRL Kemenhub PT KAI




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :