Rabu, 08/05/2024 20:15 WIB

Sidang Korupsi Migor: Saksi Ahli Ralat Angka Kerugian Negara

Angka kerugian negara diralat dari sebelumnya Rp12.312.053.298.925 (Rp12,31 triliun), menjadi Rp 10.960.141.564.141 (Rp10,96 triliun).

Saksi ahli dihadirkan dalam sidang kasus korupsi ekspor CPO di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (6/12).

Jakarta, Jurnas.com -  Saksi ahli, Rimawan Pradiptyo meralat angka kerugian perekonomian negara dalam perkara dugaan korupsi persetujuan ekspor crude palm oil (CPO).

Angka kerugian negara diralat dari sebelumnya Rp12.312.053.298.925 (Rp12,31 triliun), menjadi Rp 10.960.141.564.141 (Rp10,96 triliun).

Dia juga mengakui bahwa model Input-Output yang digunakannya tidak cocok untuk menghitung kerugian perekonomian negara dalam perkara tersebut.

“Sesuai sumpah yang sudah kami berikan, kami perlu menyampaikan adanya kesalahan dalam BAP (berita acara pemeriksaan)," kata Rimawan yang merupakan Dosen pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) seperti dikutip, Selasa (6/12).

"Kerugian dari perekonomian negara yang sebenarnya adalah lebih kecil dari yang ada dalam BAP,” tuturnya.

Rimawan mengungkap tidak memperhitungkan manfaat dari kegiatan ekspor CPO dan turunannya, seperti pungutan ekspor dan bea keluar yang diterima negara.

Dia hanya menghitung biaya yang harus ditanggung dengan tidak terealisasinya domestic market obligation (DMO).

Rimawan mengakui, apabila variabel manfaat tersebut dimasukkan dalam perhitungan, maka dampaknya besar sekali terhadap angka kerugian perekonomian negara.

“Kalau itu (variabel manfaat) dimasukkan, maka angka kerugiannya akan turun lagi,” ucapnya.

Dalam persidangan, terdakwa Lin Che Wei juga mempertanyakan mengenai data yang digunakan Rimawan dalam menghitung kerugian perekonomian negara.

Mengacu paper “On Input-Output Tables: Uses and Abuses” oleh Paul Gretton, Lin Che Wei mengatakan penggunaan model Input-Output membutuhkan data yang aktual.

Sementara, Rimawan menggunakan Tabel Input-Output yang diterbitkan Bada Pusat Statistik pada 2016 yang meliputi 185 sektor.

“Ahli menggunakan kelapa sawit sebagai input, padahal subjek yang dipermasalahkan adalah minyak goreng. Selain itu, alokasi output juga mencakup sektor/komponen roti, biskuit dan sejenisnya; kimia dasar kecuali pupuk; sabun dan bahan pembersih; serta kosmetik. Padahal, berdasarkan pernyataan Kementerian Perindustrian, industri tidak menggunakan minyak goreng dari DMO.  Akibatnya, angka perhitungan kerugian perekonomian Rimawan menjadi menggelembung,” papar Lin Che Wei menanggapi keterangan Saksi Ahli.

Lin Che Wei kemudian bertanya apakah Model Tabel Input-Output boleh digunakan untuk industri yang berkarakteristik sangat mudah terpengaruh oleh fluktuasi harga komoditas.

“Tidak boleh,” jawab Rimawan singkat

Kuasa Hukum Lin Che Wei, Maqdir Ismail, juga mempertanyakan pernyataan Rimawan dalam BAP bahwa korupsi minyak goreng pasti menguntungkan perusahaan pelaku, oknum pejabat, dan oknum konsultan yang terlibat.

Atas pernyataan ini, Rimawan tidak dapat memberikan maupun menjelaskan bukti-bukti konkret mengapa dia sampai pada kesimpulan seperti itu.

KEYWORD :

Korupsi Ekspor CPO Minyak Goreng Wilmar Nabati Indonesia




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :