Senin, 13/05/2024 03:35 WIB

Dekan FH UPN Veteran Jakarta: Kapolri Harus Jadikan Kasus Sambo dan Teddy Minahasa Momentum Bersih-Bersih

Polri harus profesional dalam menjalankan tugas. Kembalikan fungsi dan perannya sebagai aparat penegak hukum, pelindung, pengayom serta pelayan masyarakat.

Peristiwa pelukan antara Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. Fadil Imran dan Irjen Pol. Ferdy Sambo. (Foto: Ist)

JAKARTA, Jurnas.com – Dekan Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ), Abdul Halim meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjadikan kasus Sambo dan Teddy Minahasa sebagai momentum bersih-bersih institusi Kepolisian.

Kapolri seyogianya tegas menindak para aparat kepolisian yang telah melakukan pelanggaran hukum. Kita dukung Kapolri untuk melakukan pembenahan institusi Polri secara cepat dan menyeluruh.”

Demikian disampaikan Abdul Halim Dekan FH UPN “Veteran” Jakarta ketika diminta pendapatnya menyikapi persidangan kasus Sambo yang mulai disidangkan hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan kasus Teddy Minahasa di Jakarta (17/10/2022).

“Jika bukan karena integritas yang tinggi dan kejujuran dari Polri, saya yakin kasus Sambo dan Teddy Minahasa berpeluang dipetieskan dan tidak akan diketahui masyarakat umum,”ujar Halim sambil memberikan apresiasi terhadap kinerja Polri.

“Kita mendukung penuh komitmen Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam memperbaiki citra negatif dan menjadikan Polri sebagai institusi yang prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan (Presisi),” ungkap Halim

Menurut Abdul Halim, jika Kapolri tidak melakukan pembenahaan serius dan menyeluruh sesegera mungkin, maka momentum ini akan lewat dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri akan semakin merosot. “Inilah saat yang tepat bagi pak Jenderal Polisi Listyo Sigit untuk mengangkat harkat dan nama baik Polri. Jangan sampai masyarakat skeptis dengan kepemimpinan Kapolri,” tegas Halim.

“Tindak tegas aparat polisi yang bermasalah. Lakukan segera monitoring dan evaluasi secara cepat dan menyeluruh. Membersihkan institusi polisi dari narkoba, bisnis narkoba, judi online, prostitusi, kekerasan terhadap masyarakat seperti peristiwa tragedi Kanjuruhan Malang yang menewaskan ratusan penonton sepak bola, konflik diinternal kepolisian dan kesewenang-wenangan dalam menangangi berbagai kasus hukum di tengah-tengah masyarakat,” ujar Halim.

Polri harus bercermin dan sikap mawas diri, selalu menjaga nilai-nilai kepatutan serta keteladanan perilaku. “Polri sendiri memiliki sosok Jenderal Hoegeng yang terkenal dengan kejujuran dan integritasnya dalam bertugas,”ungkap Halim.

“Kita memerlukan polisi yang berwatak sipil di negeri ini. Polisi Indonesia kini bukan lagi berkarakter militer, namun sekadar “a civilian in uniform,” orang sipil yang diberi baju seragam. Sebagai polisi sipil tentu polisi harus menempatkan diri secara proporsional, kapan polisi harus bertindak sebagai “strong hand of society,” dan kapan harus bertindak dengan karakter “soft hand of society,” jelas Halim.

Halim juga mengusulkan kepada Kapolri untuk melakukan evaluasi sistem rekrutment polisi dan sistem kenaikan jabatan di kepolisian serta pengawasan yang menyeluruh.

Mantan wartawan ini mengusulkan, harus ada uji publik dan terlibatan masyarakat dalam menentukan calon pejabat Polri dan tentu memperhatikan track record dan prestasi yang telah dicapai calon pejabat kepolisian yang akan dipromosikan pada jenjang yang lebih tinggi.

Menurut Halim perlu perhatikan mekanisme dan sistem pengawasan internal dan eksternal di lingkungan kepolisian sehingga lahir solidaritas internal bukan solidaritas kelompok, apalagi solidaritas upeti.

“Berikan ruang yang sama dan hak yang sama bagi seluruh polisi untuk mengembangkan karirnya, buka kesempatan yang sama bagi anggota polri untuk mengikuti pendidikan dan promosi jabatan,” ujar Halim sambil memberikan saran.

Tuntutan masyarakat agar Polri bersikap mandiri tanpa adanya intervensi dari pihak manapun, kekuatan politik, oligarki dan pihak-pihak yang memanfaatkan institusi Polri untuk kepentingan tertentu. Polri harus profesional dalam menjalankan tugas. Kembalikan fungsi dan perannya sebagai aparat penegak hukum, pelindung, pengayom serta pelayan masyarakat.

“Alasan mendasar Polri keluar dari Departemen Pertahanan TNI/ ABRI agar Polri menjadi institusi independen dan mandiri yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden selaku Kepala negara,” ujar Halim.

“Tugas berat Kapolri adalah membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri dengan menggandeng tokoh masyarakat, agama, adat, perguruan tinggi dan lembaga-lembaga lainnya. Lepaskan institusi Polri dari oknum-oknum yang melakukan bisnis haram narkoba, judi, suap, korupsi, sikap hedonisme dan kekerasan terhadap masyarakat,” saran Halim.

Sebenarnya untuk menjamin profesionalitas dan agar Polri tidak keluar dari tugas dan fungsi yang sebenarnya, maka perlu ditaati Kode etik profesi kepolisian. Tidak hanya didasarkan pada kebutuhan profesional, tetapi juga telah diatur secara normatif dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang kepolisian.

Kemudian ditindaklanjuti dengan aturan kode etik tertuang dalam Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian. "Anggota polri memiliki tanggung jawab meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan Polri," papar Halim.

Bagi Dekan FH ini, agenda penting yang mendesak dilakukan Kapolri adalah dengan fokus pada reformasi institusi Polri secara menyeluruh, "melakukan perbaikan ke dalam dengan menerapkan tata kelola manajemen kelembagaan dan pengawasan terhadap prilaku anggota kepolisian serta transparansi dan akuntabilitas yang bisa dipertanggungjawabkan."

KEYWORD :

Kapolri Sambo Teddy Minahasa




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :