Jum'at, 03/05/2024 23:51 WIB

Kata Pengamat, MK Tidak Hanya Sekedar Mengkaji RUU Pemilu

Tidak ada satupun klaim dalam konstitusi yang mengharuskan suatu partai membentuk fraksi.

Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis

Jakarta -   Dibentuknya Mahkamah Konstitusi (MK) tidak hanya sekedar untuk mengkaji RUU Pemilu yang dibuat DPR, melainkan merupakan alat konstitusional bagi kelompok-kelompok minoritas mengoreksi kemungkinan tirani mayoritas.

Hal itu dikemukakan Margarito Kamis, Pakar Hukum Tata Negara pada diskusi bertema "RUU Pemilu dan Pertaruhan demokrasi" di Warung Daun Jl. Cikini Raya No. 26, Jakarta Pusat, Sabtu, (14/17). Katanya, Mahkamah Konstitusi (MK) itu dibikin bukan sekedar mengoreksi Undang Undang. MK adalah Konstitusi. "MK adalah alat konstitusional bagi kelompok-kelompok politik minoritas mengoreksi kemungkinan tirani mayoritas." katanya pada diskusi

Para pembicara yang hadir dalam diskusi tersebut adalah Wasekjen Partai Gerindra yang juga Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria, Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy, Anggota Komisi II DPR Arteria Dahlan dan Anggota KPU Hadar Nafis Gumay.

Dia menganggap, tidak ada satupun klaim dalam konstitusi yang mengharuskan suatu partai membentuk fraksi sebagaimana diusulkan oleh sebagian pihak. Kalaupun satu suara saja hilang,  atau satu saja kursi yang hilang, sementara masyarakat sudah memilih anggota DPR yang dicalonkan oleh salah satu partai, harus disertakan dalam anggota DPR.

"tidak ada satu klaim konstitusi yang mengharuskan dia membentuk fraksi begini dan begitu atau segala macem. tidak ada dasar menentukan fraksi menurut konstitusi. Dan karena itu kalau pembentukan fraksi menjadi penentu atau dasar dilegalkannya parlementary threshold, menurut saya, justru disitu letak keambiguan konstitusionalnya." ujarnya.

Untuk diketahui, ketentuan baru dalam Draf RUU Pemilu Pasal 190 yang berbunyi: "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya."

Margarito mengkritisi aturan baru tersebut. Menurutnya, asalkan partai mengikuti pemilu maka dia berhak mencalonkan,  baik anggota DPR maupun Presiden. Sebab hal tersebut sejalan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi.
 
"asal partai mengikuti pemilu, maka dia berhak mencalonkan anggota DPR dan berhak mencalonkan presiden. Itu adalah konsekuensi dari putusan MK yang menafsir bahwa pemilu itu dilaksanakan serentak. Demi hukum, dia mesti bersama-sama mencalonkan anggota DPR. Konsekuensi yang kedua adalah presidential threshold atau parlementari threshol adalah menjadi konstitusional. Yang ketiga, kita jangan ikut Jerman, kita tidak usah ikut Turki, karena mereka itu tidak punya konsitusional dan UUD mereka tidak disebut dengan UUD 1945." pungkasnya. Rep: Moh Khairul Anwar

KEYWORD :

Fungsi MK Margarito




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :