Senin, 29/04/2024 22:07 WIB

Kementan Dorong Diversifikasi Pangan Lokal

Kementan dorong diversifikasi pangan lokal.

Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi. (Foto: Ist)

JAKARTA, Jurnas.com -  Pembangunan sektor pertanian harus diupayakan dengan berbagai langkah dalam mempersiapkan pangan rakyat Indonesia yang berorientasi pada tercapainya kesejahteraan dan peningkatan pendapatan petani. Daerah-daerah yang memiliki potensi dan produktivitasnya tinggi harus diintervensi dengan berbagai terobosan teknologi.

Kementerian Pertanian memiliki komitmen besar untuk mendorong diversifikasi pangan lokal melalui pengembangan dan peningkatan produksi pertanian dengan memanfaatkan Inovasi teknologi. Petani pun didorong untuk menggenjot pangan lokal dan olahan melalui diversifikasi pangan.

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) memiliki harapan besar agar pangan lokal Indonesia bisa masuk pasar dunia. "Pangan lokal berdampak pada ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, Kementan terus fokus dalam meningkatkan produksi dan kualitas hingga bisa berdampak pada kegiatan ekspor,” jelas SYL.

Mentan SYL mendorong kemandirian pangan untuk mengurangi ketergantungan impor. Di antaranya melalui diversifikasi pangan sebagai pengganti makanan utama dalam menghadapi berbagai ancaman krisis global. "Pangan itu tidak harus beras, kita melakukan juga upaya diversifikasi pangan. Beberapa pangan lokal kita intervensi seperti singkong, talas, dan umbi-umbian lainnya," ujar Mentan SYL.

Sejalan dengan hal tersebut, pada agenda Mentan Sapa Petani dan Penyuluh (MSPP) volume 21 yang bertemakan Kostratani sebagai pusat konsultasi agribisnis, Jumat (10/6) yang dilaksanakan secara virtual di AOR BPPSDMP Jakarta, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSMP), Dedi Nursyamsi pada arahannya mengatakan bahwa hidup dan kehidupan tidak lepas dari energi dan pangan sebagai kebutuhan mahluk hidup di muka bumi ini.

Dedi mengatakan, sudah tiga tahun Indonesia tidak impor beras. Dikatakan Deddi, beras merupakan faktor utama dalam kehidupan manusia. Sebab, apabila beras bermasalah maka akan menyebabkan krisis pangan. Oleh karenanya, dalam rangka antisipasi kita harus genjot produk pangan, stop pangan impor.

“Tantangan saat ini, bagaimana kita membuat pangan lokal. Rasa dan olahannya enak dan juga bagaimana pemasaran yang baik serta pengemasan yang menarik," ujar Dedi. Dedi mengajak seluruh insan pertanian di negeri ini untuk menggenjot pangan lokal berserta olahannya dengan melakukan diversifikasi pangan lokal.

Sementara itu, Akademisi IPB dari Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT IPB), Netti Tinaprilla mendukung upaya Kementan dalam memperluas pengembangan potensi pangan lokal.

Menurutnya, konsumsi pangan lokal atau yang biasa disebut diversifikasi pangan merupakan sebuah keharusan untuk menguatkan ketahanan pangan Indonesia agar lebih beragam. "Diversifikasi konsumsi pangan lokal mau tidak mau harus menjadi perhatian bersama untuk terus dikembangkan. Kita harus bisa memanfaatkan kearifan lokal dan industri kuliner agar gizi kita tetap seimbang," ujar Netti.

Pada paparan materi di MSPP, Netti mengatakan bahwa kita harus memahami konsumen untuk melakukan marketing strategi agar yang kita jual sesuai dengan yang diinginkan konsumen. "Kunci keberhasilan para agripreneur yaitu strategi dalam pemasaran produk," jelas Netti.

Narasumber MSPP lainnya, Dwi Sartika yang merupakan petani dan pengusaha milenial berbagi pengalamannya dalam berbisnis coklat. Hal ini sejalan dengan kehadiran Kostratani sebagai pusat pembangunan pertanian di daerah Biromaru, Kabupaten Sigi menjadi pusat konsultasi agribisnis dan membantu menjembatani berbagai permasalahan petani Kakao, khususnya di Sulawesi Tengah.

Dwi Sartika menjelaskan, untuk coklat dibagi menjadi dua jenis yaitu couverture dan jenis compound. "Untuk jenis couverture rasanya sangat manis dengan lemak kakao. Sedangkan compound memiliki tingkat manis yang berbeda dan berasal dari lemak nabati," jelas Dwi sartika.

Lebih lanjut Dwi Sartika mengatakan, Indonesia mempunyai peluang yang besar untuk memenuhi kebutuhan coklat dunia. “Indonesia sebenarnya mampu memenuhi coklat dunia sebanyak 60 kilogram per tahun. Mari kita produksi olahan coklat lebih banyak lagi,” tutup Dewi sartika

KEYWORD :

Dedi Nursyamsi Kementerian Pertanian Diversifikasi Pangan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :