Minggu, 28/04/2024 00:52 WIB

Anggota DPR Kritik Rencana Kenaikan Tarif Dasar Listrik: Menteri ESDM Tak Miliki Alasan Kuat

Rencana pemerintah menaikan tarif dasar listrik (TDL)  pada tahun 2022, sebagaimana disampaikan Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, 13 April lalu, dinilai tidak memiliki alasan kuat. Terlebih apabila alasan penyesuaian tarif listrik tersebut karena kenaikan harga migas internasional.

Menteri ESDM Arifin Tasrif. (Foto Istimewa)

Jakarta, Jurnas.com - Rencana pemerintah menaikan tarif dasar listrik (TDL)  pada tahun 2022, sebagaimana disampaikan Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, 13 April lalu, dinilai tidak memiliki alasan kuat. Terlebih apabila alasan penyesuaian tarif listrik tersebut karena kenaikan harga migas internasional.

Menurut Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, logika untuk menaikan tarif PLN, sebagai akibat kenaikan harga migas global, ini kurang kuat. Sebab, masalah ini tidak seberapa berpengaruh bagi biaya pokok pembangkitan (BPP) listrik PLN. Kontribusi sumber energi BBM untuk pembangkit listrik PLN secara nasional sangat kecil.

“Kontribusi sumber energi primer pada pembangkit listrik PLN secara nasional terutama adalah dari batubara dan gas dengan total kontribusi sebesar 84 persen, dimana masing-masing 66 persen dari batubara dan 18 persen dari gas,” terang Mulyanto kepada wartawan, Sabtu (16/4).

Sementara kontribusi dari air dan panas bumi sebesar 13 persen. Kontribusi dari sumber BBM pada pembangkit listrik PLN hanyalah sebesar 4 persen. Jumlah yang sedikit, terutama ada di Indonesia bagian timur.

Di sisi lain, lanjut Wakil Ketua Fraksi PKS ini, harga batubara dan gas untuk pembangkit listrik dipatok tetap melalui regulasi DMO (domestic market obligation) dimana harga masing-masing USD 70 per ton untuk batubara dan USD 6 per MMBTU untuk gas. Tidak ada kenaikan harga batubara dan gas untuk PLN.

"Kalau kita ingin mendorong kinerja PLN, yang penting dilakukan Pemerintah justru adalah dengan membayar tunggakan dana kompensasi listrik. Untuk tahun 2021 tunggakan dana kompensasi listrik Pemerintah sebesar Rp 24,6 triliun. Kemudian melakukan moratorium pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar BBM dan program dedieselisasi.  Karena pembangkit listrik berbasis BBM ini bukan hanya mahal, namun juga “kotor”.  Di dalam draft RUU EBT mutakhir dedieselisasi harus tuntas dilakukan Pemerintah sampai tahun 2024," terang Mulyanto.

"Namun sayang, prakteknya masih kontradiktif.  Karena baru saja kemarin (jum’at 15/4), PLN meresmikan pembangkit listrik terapung pertama buatan Indonesia yang diberi nama Barge Mounted Power Plant (BMPP) Nusantara-1 berkapasitas 60 MW, yang berbahan bakar fosil.  Ini yang harus kita evaluasi terus," imbuhnya.

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi VII Tarif Dasar Listrik Menteri ESDM Arifin Tasrif Mulyanto PKS




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :