Jum'at, 10/05/2024 14:19 WIB

Pendekatan Antropologi Perlu Ditekankan Dalam Pembahasan RUU MHA

Pendekatan antropologi perlu ditekankan dalam pembahasan RUU MHA. Bagaimana pola penerapan hukum adat akan diberlakukan, hingga penyelesaian konflik-konflik terkait masyarakat ada, penting menggunakan pendekatan antropologi.

Pakar hukum Universitas Kristen Indonesia Dr Aartje Tehupeiory SH MH. (Foto: Dok. Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Pakar hukum Universitas Kristen Indonesia Dr Aartje Tehupeiory SH MH menyatakan keberadaan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (MHA) saat ini sangat dinantikan oleh masyarakat dalam rangka memberikan jaminan perlindungan dan melestarikan masyarakat dari hukum adat di berbaai daerah.

"Harta benda yang ada di sekitar mereka (masyarakat ada; red) itu termasuk bagian dari hak wilayah yang harus dilestarikan, oleh karena itu harus ada jaminan dari aspek hukum," terang dia dalam Diskusi Forum Legislasi yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI, Selasa (23/11).

Selain Aartje, Forum Legislasi yang mengangkat tema Urgensi RUU Masyarakat Hukum Adat menghadirkan Ketua Panja RUU MHA Willy Aditya SFil MDM dan Deputi Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Erasmus Cahyadi.

Aartje Tehupeiory mengungkapkan, untuk mengegolkan RUU MHA menjadi Undang-Undang diperlukan strong politicall will baik dari Pemerintah maupun DPR RI. Apabila Pemerintah dan DPR terbentur berbagai kepentingan yang melingkupinya, ia menyarankan Pemerintah Daerah mengambil inisiatif dengan menerbitkan regulasi yang mengatur masyarakat adat sesuai karakteristik daerahnya.

"Kita perlu memang investasi, tetapi juga harus ada keseimbangan-keseimbangan yang tidak merugikan masyarakat adat itu sendiri," katanya.

Aartje menyatakan, pendekatan antropologi perlu ditekankan dalam pembahasan RUU MHA. Bagaimana pola penerapan hukum adat akan diberlakukan, hingga penyelesaian konflik-konflik terkait masyarakat ada, penting menggunakan pendekatan antropologi.

Disinggung bagaimana masyarakat adat di suatu daerah yang mempunyai hak-hak tanah secara wilayah, karena lahir turun-temurun sampai mencari nafkah disitu. Akan tetapi, atas nama pembangunan tiba-tiba mereka terusir karena kepentingan pembangunan. Tragisnya, diantaranya harus dipaksa pergi karena ulah mafia tanah.

"Dia dilahirkan dari situ, keturunannya disitu, mencari nafkah disitu, lalu kemudian dia tidak tahu-menahu tiba-tiba dikatakan telah merampok, merampas," jelas Aartje.

"Sekali lagi, memamg ini diperlukan strong political will. Hukum adat ini kan merupakan amanat konstitusi. Di situlah ada yang namanya azas keseimbangan, azas keadilan," sambungnya.

Secara keseluruhan, Aartje Tehupeiory mendukung penuh DPR dan Pemerintah agar pembahasan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) dilanjutkan untuk kemudian diketok menjadi Undang-Undang. Degan begitu masyarakat akan mendapatkan perlindungan dari Negara.

KEYWORD :

Warta DPR Forum Legislasi RUU MHA Masyarakat Adat Pakar Hukum UKI Aartje Tehupeiory




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :