Jum'at, 26/04/2024 17:16 WIB

Pemerintah Dinilai Jadikan Cukai Tembakau Hanya Jadi Sapi Perah

Menurut Eugenia, mestinya pemerintah juga mempunyai roadmap atau target berapa jumlah batang rokok atau perokok yang harus berkurang setiap tahunnya.

Pohon tembakau yang sudah berusia 1,5 bulan di Desa Ngampel Kulon, Kecematan Ngampel, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. (Foto: Supi/Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Akademisi Universitas Indonesia (UI) menyoroti rencana pemerintah kembali menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukai rokok pada tahun depan.

Sorotan itu disampaikan Dosen Fakultas Bisni dan Ekonomi (FEB) UI, Eugenia Mardanugraha pada acara AMTI Berdiskusi: Cukai & Eksistensi IHT, Bagaimana Suara Akademisi?, yang diselenggarkan secara daring, Kamis (23/9) malam.

"Kita tahu di masa pendemi COVID-19 sekarang, pemerintah itu melakukan defisit anggaran yang sangat besar tentu pemerintah juga memikirkan  bagaimana caranya menambah penerimaan sehingga utangnya itu tidak banyak. Nah, salah satunya dari cukai," kata Eugenia.

Eugenia mempertanyakan keputusan pemerintah menaikan cukai rokok atas alasan penerimaan. Sebab, salah satu tujuan pengenaan cukai yang diatur Undang-Undang 39 Tahun 2007, kata dia adalah untuk mengendalikan konsumsi rokok.

"Jadi selama pemerintah terus menaikkan target menerimaan cukai itu artinya pemerintah menjadikan cukai ini sapi perahan. Padahal yang namanya cukai bukan seperti itu. Cukai itu kalau konsumsinya sudah berkurang, maka tujuannya tercapi dan tidak perlu dinaikkan lagi," ujarnya.

Menurut Eugenia, mestinya pemerintah juga mempunyai roadmap atau target yang jelas berapa jumlah batang rokok atau perokok yang harus berkurang setiap tahunnya.

"Harusnya kalau untuk mengurangi konsumsi rokok ini pemerintah juga punya target, berapa jumlah batang rokok akan berkurang. Target jumlah perokok (berkurang) itu tidak ada, tapi target penerimaan terus dinaikkan. Sehingga dengan sendirinya tarif cukainya akan terus naik," ujarnya.

Menurut Eugenia, rokok masih menjadi sandaran atau gantungan dari penerimaan dalam hal penerimaan karena barang yang kena cukai dalam negeri sejauh ini masih tiga. Padahal di Thailand barang yang kena cukai mencapai 19.

"Kalau saya perhatikan dari tahun ke tahun barang kena cukai di Thailand itu ganti-ganti. Karena tujuan cukai itu adalah mengurangi konsumsi sesuatu atau atas keadilan masyarakat, bukan rokok saja, tapi bensin, petroleum, parfum, kosmetik, karpet mahal dan sebagainya," ujarnya.

Tak sampai di situ, kata Eugenia, barang-barang yang kena cukai di Negeri Gaja Putih itu juga terus dievaluasi.

"Karena saya itu pernah liat di Thailand setiap tahun pasti ada barang kena cukai. Kalau dulu tahun lalu kalau tidak salah pantai pijat. Sekarang pantai pijatnya nggak ada lagi itu artinya tujuannya sudah tercapai mengurangi konsumsi atau prilaku masyarakat sudah berubah," ujarnya.

Eugenia mengatakan, pemerintah hanya memberikan wacana soal ekstensifikasi atau perluasan objek cukai pada minuman berkarbonasi, minuman berpemanis, kemasan botol plastik dan lain sebagainya. "Artinya kembali lagi ke rokok untuk meningkatkan penerimaan cukai ini," tegasnya.

KEYWORD :

Industri Hasil Tembakau Tarif CHT Eugenia Mardanugraha




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :