Kamis, 25/04/2024 14:59 WIB

Kasus Asuransi Jiwasraya, Kejagung Dinilai Salah Kaprah dan Melawan Hukum

Kejagung tidak berwenang melakukan penyidikan dan penuntutan di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor). Hal itu lantaran perkara a quo bukan merupakan tindak pidana korupsi.

PT Asuransi Jiwasraya

Jakarta, Jurnas.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak berwenang melakukan penyidikan dan penuntutan di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor). Hal itu lantaran perkara a quo bukan merupakan tindak pidana korupsi.

Demikian disampaikan Penasehat Hukum Joko Hartono Tirto, Kresna Hutauruk, kepad wartawan, Jakarta, Rabu (10/6). Menurutnya, penanganan perkara PT Asuransi Jiwasraya ini syarat penyimpangan. Bahkan pelanggaran hukum yang dialami terdakwa terjadi sejak penyelidikan perkara ini.

Salah satu bentuk penyimpangan jelasnya, penyidikan perkara ini didasarkan pada hasil penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan pada PT. Asuransi Jiwasraya.

Padahal faktanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Kejagung tidak diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan.

"Fakta tersebut menunjukkan telah terjadi salah kaprah sejak awal penanganan perkara ini. Bila dikaitkan dengan prinsip fruit of poisonous tree tindakan Kejaksaan tidak sah karena sejak semula diawali oleh perbuatan yang melawan hukum,” jelasnya.

Ketimpangan lainnya, kata Kresna Hutauruk, surat dakwaan penuntut umum tidak cermat mengurai adanya perbuatan terdakwa memperkaya atau menguntungkan diri sendiri. Dengan demikian, menunjukkan JPU mengakui tidak adanya keuntungan dan perbuatan memperkaya diri sendiri terdakwa.

“Karena tidak ada uraian perbuatan Terdakwa memperkaya diri sendiri atau memperoleh keuntungan maka kepada Terdakwa tidak dapat diterapkan ketentuan Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujarnya.

Menurutnya, tuduhan penuntut umum pada terdakwa dengan memperkaya atau menguntungkan diri sendiri adalah tuduhan yang tidak berdasar.

Pasalnya, dalam surat dakwaan, tidak ada disebutkan satupun harta benda terdakwa yang disita sebagaimana berkas perkara a quo yang merupakan hasil yang diterima Terdakwa dari keuntungan kasus jiwasraya.

Hal ini menunjukkan segala harta benda terdakwa yang disita tidak ada keterkaitan dan tidak ada hubungannya dengan perkara ini. Karena itu, penyitaan atau perampasan terhadap harta benda terdakwa dan keluarganya adalah tidak sah dan tidak berdasar karena memang tidak terkait dan tidak ada hubungannya dengan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa.

“Tindakan Penyidik perkara a quo yang menyita harta benda terdakwa dan keluarganya adalah tindakan yang sewenang-wenang dan tidak berdasar,” tegasnya.

Karena itu dia menegaskan, surat dakwaan harus dibatalkan. Apalagi, surat dakwaan itu tidak menguraikan perbuatan terdakwa yang berkaitan dengan unsur pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dia menjelaskan, uraian dakwaan mengenai kerugian negara juga tidak cermat. Karena tidak memperhitungkan bahwa PT Asuransi Jiwasraya (Persero) masih memiliki berbagai saham dan reksadana yang disebutkan dalam surat dakwaan.

Saham dan Reksadana yang dimaksud dakwaan, yang setiap saat bisa naik dan bisa turun, belum terjual dan masih dimiliki oleh PT. Asuransi Jiwasraya, tetapi sudah dinyatakan mengalami kerugian riil, faktanya penurunan nilai saham tersebut masih merupakan potensi kerugian.

Ketidakcermatan surat dakwaan juga terlihat saat perhitungan kerugian negara dilakukan berdasarkan nilai saham dan reksadana per tanggal 31 Desember 2019. Padahal tempus perbuatan yang dituduhkan adalah tahun 2008-2018.

Perbedaan Nilai saham setiap hari, bulan, tahun itu sangat signifikan, karena itu untuk perhitungan cut off tahun 2019, selain tidak berdasar karena tempus sampai 2018, juga menunjukkan JPU tidak mengerti model perhitungan saham, hal ini disebabkan karena JPU memaksakan permasalahan pasar modal menjadi tindak pidana korupsi.

“Demikian juga, surat dakwaan tidak jelas menguraikan peran terdakwa dalam mengatur dan mengendalikan 13 (tiga belas) manajer investasi (MI)," ucapnya.

“Begitu pula mengenai counterparty, Surat dakwaan tidak jelas dalam menguraikan bagaimana terdakwa mengendalikan counterparty dalam transaksi reksa dana di 13 manajer investasi,” imbuhnya.

Lebih lanjut, dia mengatakan surat dakwaan tidak jelas menguraikan afiliasi antara terdakwa dengan Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro sehubungan dengan investasi PT Asuransi Jiwasraya.

Dimana, terdakwa merupakan seorang konsultan, yang tidak terafiliasi dengan Heru Hidayat dan Benny Tjkoro dan hanya bekerja berdasarkan keahlian untuk membantu memberi masukan terkait permasalahan kerugian Jiwasraya pada tahun 2008.

KEYWORD :

Kasus Korupsi Asuransi Jiwasraya Kejagung




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :